Selasa, 22 Maret 2016

PENERBANGAN YANG MENDEBARKAN KE KABUPATEN TELUK BINTUNI, 14 MARET 2016

Banyak orang mengatakan bahwa penerbangan ke daerah pedalaman Papua sering terganggu cuaca yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Hal itu kami alami sewaktu memenuhi undangan Direktur RSUD Steel Kool di Bintuni (ibukota Kabupaten Teluk Bintuni), untuk melakukan pelayanan spesialistik bidang penyakit Kulit dan Telinga, Hidung, Tenggorok.
Jadwal keberangkatan dengan pesawat baling-baling berpenumpang 12 orang milik salah satu maskapai  yang seharusnya jam 07.00 sempat tertunda  30 menit karena alasan cuaca yang mendung. Tetapi ketika  diumumkan bahwa penumpang segera naik pesawat, hati kami  gembira karena itu berarti bahwa penerbangan  dari bandara Domine Eduard Osok - Sorong dengan tujuan  bandara Steen Kool - Bintuni sudah pasti oke.

SAYA MEMBAGIKAN EAR PLUG UNTUK CEGAH KEBISINGAN
Saya bersama istri - yang juga diundang untuk melakukan pelayanan spesialistik penyakit kulit dan kelamin- bergegas naik ke pesawat. Tepat, ketika saya menginjak kaki di tangga pesawat, kawat besi tebal yang mengikat tangga pesawat tiba-tiba putus. Aduh.. pertanda apa ini? Tetapi setelah diperbaiki oleh kru pesawat yang orang asing itu, tangga pesawat dalam kondisi baik kembali dan siap dinaiki.
Saya dan istri duduk berdampingan di deretan kursi kedua dari depan. Penumpang pesawat tidak diberi nomor kursi sehingga masing-masing penumpang boleh duduk di mana mereka suka. Di samping kiri saya ada penumpang lain, tetapi kami dibatasi oleh lorong.
Sebelum pesawat dihidupkan, saya - sebagai sebagai dokter THT yang mengetahui dampak bising bagi pendengaran - membagikan Ear Plug (sumbat telinga) kepada penumpang lain agar dapat digunakan. Sebelumnya, saya memberitahukan kepada mereka bahwa mesin pesawat ini sangat bising sehingga perlu menggunakan sumbat telinga untuk mengurangi suara bising agar telinga terhindar dari ancaman ketulian. Pada penerbangan sebelumnya di tahun 2014, kami pernah melakukan uji bising pesawat ini dan menemukan bahwa tingkat kebisingan mesin pesawat ini berkisar 98,3 - 98,2 desibel. Bila tanpa sumbat telinga, penumpang hanya boleh berada di atas pesawat ini paling lama 30  menit. Padahal lama penerbangan ke Bintuni adalah 1 jam 5 menit. Sehingga bila tidak menggunakan sumbat telinga maka penumpang terpapar bising terlalu lama sehingga menghadapi ancaman ketulian di kemudian hari. Bila menggunakan Ear Plug (sumbat telinga) maka ada reduksi suara bising sekitar 25-27 desibel.
Sebagai penggiat dibidang Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT), saya pernah mencanangkan program NATURAL (Noise Awareness on Travelling in Rural Area), yakni program kewaspadaan bahaya bising di daerah pedalaman Papua, sehingga dalam setiap kesempatan saya sering memberi edukasi kepada masyarakat tentang bahaya bising yang bisa menimbulkan ancaman ketulian, bahkan membagikan Ear Plug (sumbat telinga) sebagai Alat Proteksi Pendengaran (APP) dalam penerbangan ke daerah rural.

TIBA-TIBA AWAN TEBAL MENGHALANGI PENERBANGAN
Waktu tempuh perjalanan baru berkisar 25 menit, ketika tiba-tiba awan tebal menghalangi pandangan mata. Kami tahu persis karena kami dapat melihat langsung ke depan - tidak ada sekat penutup antara ruang pilot/co-pilot dan ruang penumpang. Keadaan ini membuat jantung berdebar, ditambah lagi goyangan pesawat yang tidak biasanya. Istri saya menggenggam tangan saya dengan erat. Penumpang lain juga diliputi rasa takut. Kami melihat sang pilot dibantu co-pilot berusaha mengubah arah supaya bisa keluar dari kepungan awan tebal yang menghalangi pandangan mata. Kami hanya bisa berdoa, semoga Tuhan menolong kami keluar dari awan tebal sehingga kami dapat dapat melanjutkan penerbangan dan tiba dengan selamat, karena pasti pasien-pasien kami sudah menunggu kami untuk mendapatkan pelayanan.
Sekitar 10 menit kemudian, kami mulai melihat samar-samar hamparan pulau berhutan lebat dengan garis-garis tanda sungai yang kerkelok-kelok menuju ke laut di sebelah kanan. Puji Tuhan, kami sudah keluar dari kepungan awan tebal. Itu berarti bahwa penerbangan dapat dilanjutkan.
Sisa waktu tempuh perjalanan selama 30 menit berikutnya dapat dinikmati dengan tenang, sebagian penumpang tertidur pulas dan kami asyik mengambil foto-foto alam Papua yang indah dari udara.
Tepat jam 08.35, pesawat kami mendarat dengan mulus di bandara Steen Kool-Bintuni. Puji Tuhan

DI BANDARA STEEN KOOL-BINTUNI, KABUPATEN TELUK BINTUNI

PROGRAM NOISE AWARENESS ON TRAVELLING IN RURAL AREA

EAR CARE MONTH IN DISTRICT OF BINTUNI , 14 - 17 MAR 2016

Activities in commemoration of the Ear Care Month 2016 in District of Bintuni : Skin & ENT Specialistic Services in Steen Kool Hospital (Bintuni), Early Hearing Detection Training in Steen Kool Hospital, NIHL socialization & Screening for Noise Induced Hearing Loss in Vocational High School (SMK N 1) of Bintuni-Papua Barat.


Jumat, 04 Maret 2016

DETEKSI DINI TULI PADA BAYI. Peringatan Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran 3 Maret 2016



DETEKSI  DINI TULI PADA BAYI 
Apa Yang Dapat Dilakukan Oleh Orang Tua, Tenaga Kesehatan dan Pemerintah
 
Dr. TITUS TABA, SpTHT-KL 

Ketua Komda Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian Propinsi Papua Barat




PENDAHULUAN
Dalam memperingati Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran Nasional yang jatuh pada tanggal 3 Maret, maka Komite Daerah Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komda PGPKT) Sorong - bekerjasama dengan IDI Cabang Sorong, BPJS Sorong dan didukung Komite Nasional PGPKT dan Komda PGPKT Surabaya, Jakarta Selatan, Bandung - melaksanakan Simposium dan Pelatihan Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Dan Ketulian Pada Bayi Baru Lahir bagi dokter umum, bidan dan perawat se-Sorong Raya, di Aula Klasis GKI Sorong pada tanggal 25 Februari 2016 yang lalu.
Maksud dari Simposium dan Pelatihan Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Dan Ketulian Pada Bayi Baru Lahir tesebut adalah menyiapkan para dokter, bidan dan perawat untuk dapat melaksanakan deteksi dini gangguan pendengaran atau ketulian pada bayi baru lahir agar bayi yang mengalami gangguan pendengaran dan ketulian tidak terlambat penanganannya.
Bayi yang beresiko mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sejak lahir, harus menerima tes skrining pendengaran dini, segera setelah lahir. Hal ini penting untuk mengetahui apakah bayi mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sehingga penanganan dini dapat dilakukan, dan diharapkan  bayi  tumbuh optimal, karena masalah pendengaran dapat menunda perkembangan suara, bicara, dan kemampuan bahasa bayi. Mendengar juga memungkinkan bayi untuk belajar bahasa dan merangsang perkembangan otaknya. Karena hal itu menjadi begitu penting untuk mengenal dan mengatasi masalah pendengaran sedini mungkin.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
Gangguan pendengaran atau tuli sejak lahir akan menyebabkan gangguan perkembangan bicara, bahasa, dan pengenalan terhadap bunyi. Bila gangguan pendengaran terlambat diketahui maka kendala yang dihadapi akan  lebih besar, di kemudian hari akan terjadi gangguan komunikasi dengan segala dampaknya dan hasil akhir adalah sumber daya manusia  yang tidak berkualitas.
Diagnosis dini gangguan pendengaran atau tuli pada bayi sangat sulit karena bayi tampak normal sehingga seringkali terlambat diketahui. Ketika orangtua mulai bingung karena anaknya yang berumur lebih dari 2,5 tahun belum bisa bicara seperti anak lain, baru anak dibawa ke dokter dan diketahui bahwa anak mengalami gangguan dengar atau tuli sejak lahir.
Pada anak yang menderita tuli berat pada kedua telinga ternyata hanya 49% orangtuanya yang mencurigai terdapatnya gangguan pendengaran, sedangkan anak yang mengalami gangguan pendengaran ringan sampai sedang atau gangguan pendengaran pada satu telinga hanya 29% orangtua yang mencurigai terdapat gangguan pendengaran pada anaknya.
Dari segi ekonomi gangguan pendengaran dan ketulian juga menyebabkan  biaya yang akan dikeluarkan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah  menjadi lebih besar. Seorang pasien yang mengalami tuli derajat berat dan sangat berat diperkirakan harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar 297.000 USD selama hidupnya, sebagian besar pembiayaan adalah akibat produktivitas yang kurang dan untuk menyediakan fasilitas pendidikan khusus. Laporan Menteri Kesehatan Australia pada tahun  1999 menyebutkan bahwa selama 4 tahun terakhir Australia telah mengalokasikan dana $ 12,000,000.00 pertahun untuk menyediakan fasilitas pelayanan habilitasi bagi 40.000 warganya yang berusia di bawah 21 tahun dan menderita gangguan pendengaran. Di Inggris biaya yang dikeluarkan bagi seluruh jumlah anak yang mengalami gangguan pendengaran (840 anak) rata-rata adalah £ 8 303 988 pertahun.
Dampak gangguan pendengaran dapat dicegah atau dibatasi bila gangguan pendengaran dikenali sejak awal melalui program deteksi dini. Rangsang pendengaran penting pada masa 6 bulan  pertama kehidupan berguna untuk kematangan pusat pendengaran dan bicara di otak, menjamin perkembangan berbicara dan berbahasa yang optimal. Gangguan pendengaran yang terdeteksi dini segera setelah lahir, dan mendapat pemulihan/perbaikan memadai sebelum umur 6 bulan, maka penderita mampu berkomunikasi yang optimal dan berinteraksi dengan lingkungannya dan  ikut serta dalam fasilitas pendidikan umum yang normal. Kemampuan bicaranya bisa sama dengan yang normal dan ternyata juga menunjukkan tampilan yang lebih baik selama masa pendidikannya maupun produktivitasnya di lingkungan kerja dibandingkan pasien yang terdeteksi lambat dan memperoleh intervensi pada usia lebih dari 6 bulan.
Mengingat terdapat 5000 anak lahir tuli di Indonesia setiap tahunnya, yang berdampak pada perkembangan dan masa depan anak, serta manfaat melakukan pemulihan/perbaikan sedini mungkin, sangat penting untuk melakukan skrining gangguan pendengaran dini sebagai salah satu uji pada bayi baru lahir yang dilakukan oleh penolong persalinan.
Keterbatasan sarana untuk deteksi dini menggunakan alat OAE di Sorong khususnya dan di Propinsi Papua Barat umumnya, menuntut kita untuk melakukan cara-cara pemeriksaan pendengaran bayi secara sederhana. Cara pemeriksaan sederhana ini bisa dilakukan oleh penolong persalinan bahkan dapat juga dilakukan oleh orang tua di rumah, dan bila ada kecurigaan bayi mengalami gangguan pendengaran atau tuli, segera merujuk ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas pemeriksaan OAE. Bila pemeriksaan OAE menunjukkan kecurigaan, lalu si bayi akan dirujuk lagi ke fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas BOA, BERA/ASSR.
Sampai saat ini, ada 2 rumah sakit di Sorong yang mempunyai fasilitas pemeriksaan OAE. Sayangnya, fasilitas BERA/ASSR belum dimiliki baik di Sorong maupun di Propinsi Papua Barat sehingga telah diusulkan kepada Pemerintah Propinsi Papua Barat - dalam hal ini Dinas Kesehatan Propinsi Papua Barat – untuk melengkapi sarana BERA/ASSR, guna menunjang diagnose dan penanganan Gangguan Pendengaran atau Ketulian pada bayi.

PERKEMBANGAN FUNGSI PENDENGARAN DAN KEMAMPUAN BERBICARA
Seuai dengan usia anak, perkembangan fungsi pendengaran sebagai berikut :
-   Usia 0-4 bulan : kemampuan respons pendengaran masih terbatas dan bersifat refleks. Dapat dinyatakan bayi keget mendengar suara keras atau terbangun ketika sedang tidur. Respons berupa refleks auropalpebral maupun refleks Moro.
-    Usia 4-7 bulan : respons memutar kepala kearah bunyi yang terletak dibidang horizontal, walaupun belum konsisten. Pada usia 7 bulan otot leher cukup kuat sehingga kepala dapat diputar dengan cepat kearah sumber suara.
-   Usia 7-9 bulan : dapat mengidentifikasi dengan tepat asal sumber bunyi dan bayi dapat memutar kepalanya dengan tegas dan cepat.
-   Usia 9-13 bulan : bayi sudah mempunyai keinginan yang besar untuk mencari sumber bunyi dari segala arah dengan cepat.
-    Usia 2 tahun : pemerika harus lebih teliti karena anak tidak akan memberi reaksi setelah beberapa kali mendapat stimulus yang sama. Hal ini disebabkan karena anak sudah mampu pemperkirakn sumber suara.
Perkembangan bicara erat kaitannya dengan tahap perkembangan mendengar pada bayi, sehingga adanya gangguan pendengaran perlu dicurigai apabila :
Usia 12 bulan : belum dapat mengoceh (babbling) atau meniru bunyi
Usia 18 bulan : tidak dapat menyebut 1 kata yang mempunyai arti
Usia 24 bulan : perbendaharaan kata kurang dari 10 kata
Usia 30 bulan : belum dapat merangkai 2 kata
Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran maka diagnosis dini perlu dilakukan.
CARA SEDERHANA PEMERIKSAAN PENDENGARAN BAYI
 Yaitu dengan memberikan bunyi-bunyian pada jarak 1 m di belakang anak :
1.      Bunyi pss – pss untuk mengambarkan suara frekwensi tinggi
2.      Bunyi uh – uh untuk mengambarkan frekwensi rendah
3.      Suara menggesek dengan sendok pada tepi cangkir (frekwensi 4 KHz)
4.      Suara mengetuk dasar cangkir dengan sendok (frekwensi 900 KHz)
5.      Suara meremas kertas (frekwensi 6000 KHz)
6.      Suara bel (frekwensi 2000 KHz)

PEMANTAUAN PENDENGARAN BAYI YANG BERESIKO

Bayi dengan indikasi berikut sebaiknya dilakukan pemantauan pendengaran setiap enam bulan hingga ia berusia 3 tahun:
·                     Riwayat keluarga dengan tuli sejak lahir.
·                     Infeksi TORCH (Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus, Herpes).
·                     Kelainan anatomi di kepala dan leher.
·                     Berat badan lahir rendah (kurang dari 1,5 kg).
·                     Asfiksia berat (lahir tidak menangis).
·                     Bayi menderita radang selaput otak karena bakteri.
·                     Bayi menggunakan alat bantu napas lebih dari lima hari.
·                     Trauma (cedera) kepala.
KESIMPULAN
1.        Deteksi Dini Gangguan Pendengaran dan ketulian pada bayi sangat penting. Bayi yang beresiko mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sejak lahir, harus menerima tes skrining pendengaran dini, segera setelah lahir. Hal ini penting untuk mengetahui apakah bayi mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sehingga penanganan dini dapat dilakukan, dan diharapkan  bayi  tumbuh optimal, karena masalah pendengaran dapat menunda perkembangan suara, bicara, dan kemampuan bahasa bayi
2.        Keterbatasan fasilitas deteksi dini gangguan pendengaran dan ketulian pada bayi, menuntut para penolong persalinan bahkan orang tua melakukan pemeriksaan sederhana pendengaran bayi.
3.        Penolong persalinan dan orang tua bayi perlu mengetahui perkembangan fungsi pendengaran dan kemampuan berbicara bayi menurut tingkatan usia bayi
4.        Perlu dukungan Pemerintah Daerah untuk menyediakan sarana deteksi  gangguan pendengaran dan ketulian pada bayi seperti alat OAE, BOA dan BERA/ASSR

Kamis, 03 Maret 2016

BROSUR WORLD HEARING DAY 3 Maret 2016

GANGGUAN PENDENGARAN PADA MASA KECIL
ATASI SEKARANG, BEGINI CARANYA!

Diterjemahkan oleh : Irene Carolin – 1115054 – FK Maranatha Bandung

60% dari gangguan pendengaran pada masa kecil dapat dicegah; ketika tidak terhindarkan, diperlukan intervensi yang sesuai untuk memastikan anak-anak dengan gangguan pendengaran mencapai potensi penuh mereka.
Cara manusia melihat dunia mereka dimediasi melalui pengalaman sensorik. Dari semua indera, pendengaran memfasilitasi secara fundamental komunikasi dan mendorong interaksi sosial, memungkinkan orang untuk menjalin hubungan, berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari, waspada terhadap bahaya, dan pengalaman peristiwa kehidupan.
Sekitar 360 juta orang – 5% dari populasi dunia- hidup dengan gangguan pendengaran yang dianggap kecacatan; 32 juta diantaranya adalah anak-anak. Sebagian besar tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Untuk anak-anak mendengar adalah kunci untuk belajar bahasa lisan, akademis, dan terlibat dalam sosial. Gangguan pendengaran berperan sebagai penghalang untuk pendidikan dan integrasi sosial. Sebagai anak-anak dengan gangguan pendengaran bisa mendapatkan keuntungan besar jika diidentifikasi di awal kehidupan dan mendapat intervensi yang tepat.
WHO (World Health Organization) memperkirakan sekitar 60% dari anak-anak dengan gangguan pendengaran dapat dihindari melalui langkah-langkah pencegahan. Ketika tidak dapat dihindari, intervensi yang diperlukan untuk memastikan anak-anak mencapai potensi penuh adalah rehabilitasi, pendidikan dan pemberdayaan. Tindakan diperlukan di kedua bidang.
Apa dampak dari gangguan pendengaran jika tidak diatasi?
Meskipun dampak yang paling jelas dari gangguan pendengaran pada masa kanak-kanak adalah akuisisi bahasa, gejala lain juga memiliki konsekuensi bagi keseluruhan keaksaraan, pengembangan keterampilan sosial dan sikap, termasuk harga diri. Gangguan pendengaran yang tidak diobati sering dikaitkan dengan akademis yang buruk sehingga dapat menyebabkan penurunan prestasi kerja dan peluan lapangan kerja yang lebih sedikit di kemudian hari. Untuk anak, kesulitan dalam komunikasi dapat mengakibatkan perasaan marah, stres, kesepian dan konsekuensi emosional atau psikologis yang mungkin memiliki efek mendalam pada keluarga secara keseluruhan. Dalam keadaan sumber daya rendah dimana seorang anak berisiko lebih tinggi untuk cedera, gangguan pendengaran dapat menempatkan anak di situasi yang tidak aman akibat penurunan kewaspadaan. Dalam konteks yang lebih luas, gangguan pendengaran yang tidak diatasi dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat dan negara.
Sejumlah faktor yang dapat menentukan dampak dari gangguan pendengaran pada individu, meliputi :
• Onset usia : tahun-tahun awal kehidupan adalah periode yang optimal untuk perkembangan berbicara dan berbahasa. Dampak gangguan pendengaran terbesar adalah pada mereka yang dilahirkan dengan atau perkembangan gangguan pendengaran segera setelah lahir.
• Derajat gangguan pendengaran : hal ini dapat berkisar dari ringan sampai sangat berat. Semakin tinggi tingkat keparahan, semakin besar dampaknya.
• Usia teridentifikasi dan terintervensi : semakin cepat seorang anak teridentifikasi gangguan pendengaran, dan sebelumnya sudah menerima layanan dukungan, semakin besar kesempatan untuk belajar bahasa lisan.
The Joint Committee on Infant Hearing merekomendasikan semua anak dengan gangguan pendengaran harus menerima intervensi di usia enam bulan. Identifikasi dan intervensi awal juga dapat mengurangi secara signifikan peningkatan biaya pendidikan terkait dengan gangguan pendengaran, dan meningkatkan kapasitas produktif di kemudian hari.
• Lingkungan : lingkungan hidup secara keseluruhan, termasuk akses dalam pelayanan, secara signifikan mempengaruhi perkembangan anak dengan gangguan pendengaran. Anak-anak dengan gangguan pendengaran yang memiliki akses untuk teknologi pendengaran seperti alat bantu dengar dan implan koklea, bahasa isyarat dan pendidikan khusus, dapat berpartisipasi atas dasar kesetaraan dengan rekan-rekan mereka yang dapat mendengar secara normal. Orang tua dan dukungan keluarga kelompok memfasilitasi pembangunan sosial anak dengan gangguan pendengaran.
Studi Kasus :
Piseth (nama samaran) adalah gadis berusia delapan tahun yang tinggal di pedesaan Kamboja. Dia menderita infeksi telinga sehingga mengakibatkan keluar cairan dari telinganya.. Masalahnya begitu umum bagi anak-anak Kamboja sehingga penduduk desa sering menganggapnya normal. Penyakit ini, bagaimanapun, menyebabkan gangguan pendengaran yang mungkin memiliki efek jangka panjang yang berdampak pada pengembangan komunikasi, bahasa dan kemajuan pendidikan.. Jika dibiarkan tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi medis serius dan bahkan kematian.. Masalah Piseth ditemukan oleh tim medis penjangkauan. Kondisinya begitu parah sehingga tidak hanya kehilangan sebagian dari pendengarannya, penyakit ini telah menghancurkan tulang di tengkoraknya. Dia menjalani operasi segera untuk menghilangkan jaringan dan tulang yang telah terinfeksi. Setelah operasi, telinganya membaik dan dia pergi kembali ke desa dan sekolahnya. Kemajuannya dipantau secara rutin oleh tim medis.
Apa yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada anak?
Gangguan pendengaran pada anak-anak memiliki banyak penyebab, termasuk akibat keturunan, yang berarti penyebab itu sudah ada saat dilahirkan maupun segera setelah itu, dan karena penyebab yang diperoleh pada usia kanak-kanak. Gangguan pendengaran mungkin hasil kombinasi dari beberapa faktor tersebut. Namun, hal ini tidak selalu memungkinkan untuk menentukan penyebab pasti.
Penyebab gangguan pendengaran pada anak dapat meliputi :
1. Faktor genetik : hampir 40% menyebabkan gangguan pendengaran pada anak. Telah terbukti bahwa gangguan pendengaran jauh lebih sering pada anak yang lahir dari pernikahan kerabat atau perserikatan antara dua individu yang terkait erat. Cacat bawaan dari telinga dan saraf pendengaran yang merupakan hasil dari pengaruh faktor genetik atau lingkungan, dapat dikaitkan dengan gangguan pendengaran.
2. Kondisi saat lahir : dapat berupa prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, kekurangan oksigen atau lahir asfiksia, dan penyakit kuning.
3. Infeksi : selama kehamilan ibu mungkin memperoleh infeksi tertentu seperti rubella dan cytomegalovirus yang menyebabkan gangguan pendengaran pada anak. Selain itu meningitis, gondok, dan campak pada anak juga dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. Infeksi telinga umum ditemukan pada anak-anak di dengan sumber daya rendah. Hal ini dapat menyebabkan keluarnya cairan dari telinga (otitis media supuratif kronis). Selain gangguan pendengaran, infeksi telinga dapat menyebabkan komplikasi seperti mengancam jiwa.
4. Penyakit telinga : masalah telinga yang umum dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada anak-anak. Ini termasuk terlalu banyak kotoran telinga (serumen) dan lem telinga (otitis media non supuratif) yang disebabkan oleh akumulasi cairan di dalam telinga.
5. Bising : suara keras, termasuk perangkat audio pribadi seperti smartphone dan MP3 player yang digunakan pada volume keras untuk waktu yang lama, dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Bahkan suara dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat seperti dari kembang api dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Bising mesin dalam unit perawatan intensif neonatal juga dapat berkontribusi untuk gangguan pendengaran.
6. Obat-obatan : obat-obatan, seperti yang digunakan dalam pengobatan infeksi neonatal, malaria, obat tuberkulosis dan kanker, dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Obat ini memiliki sifat ototoksik. Di banyak bagian dunia, terutama dimana penggunaannya tidak diatur, anak-anak umumnya menerima antibiotik ototoksik untuk pengobatan infeksi umum.
Studi Kasus
Congenital rubella syndrome (CRS) bisa menyebabkan gangguan pendengaran, mata dan jantung dan cacat seumur hidup lainnya, termasuk autisme, diabetes mellitus dan gangguan fungsi tiroid. CRS telah memiliki dampak signifikan pada kehidupan keluarga Thai dari Bangkok. Ketika Chi hamil putrinya Im, suaminya sakit dan memiliki ruam kulit. Dia juga jatuh sakit dengan gejala yang sama beberapa hari kemudian - gejala klasik rubella. Chi pergi ke dokter dan diberitahu dia akan baik-baik saja. Namun, dia menyadari bahwa dia sedang hamil satu bulan. Setelah Im lahir, orangtuanya menyadari bahwa dia memiliki masalah dengan penglihatannya. Tidak lama makin jelas bahwa dia juga tidak bisa mendengar. "Im menderita tuli", Chi menjelaskan "Dia tidak bisa mendengar, atau berbicara ". Chi berharap bahwa dengan rehabilitasi yang baik, putrinya dapat menjalani hidup yang sehat dan bahagia. Risiko tertinggi CRS adalah di negara-negara dimana wanita usia subur tidak memiliki kekebalan untuk penyakit (baik melalui vaksinasi atau dari pernah mengalami rubella). Vaksinasi besar-besaran rubella selama dekade terakhir secara praktis menghilangkan rubella dan CRS di negara maju dan di beberapa negara berkembang. Pada bulan April 2015, WHO Wilayah Amerika menjadi yang pertama di dunia yang akan menyatakan bebas penularan endemik rubella.
Berapa banyak gangguan pendengaran pada anak yang dapat dicegah?
WHO memperkirakan bahwa sekitar 60% dari gangguan pendengaran pada anak di bawah usia 15 tahun dapat dicegah. Angka ini lebih tinggi didapatkan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (75%) dibandingkan dengan negara-negara berpenghasilan tinggi (49%). Perbedaannya bisa disebabkan karena tingginya angka kejadian ganguan pendengaran akibat infeksi pada daerah dengan sumber daya rendah serta pelayanan kesehatan yang baik pada ibu dan anak di negara-negara berpenghasilan tinggi.
Lebih dari 30% anak-anak dengan gangguan pendengaran disebabkan oleh penyakit seperti campak, gondok, rubella, meningitis dan infeksi telinga. Ini dapat dicegah melalui imunisasi dan praktek kebersihan yang baik. 17% gangguan pendengaran anak-anak merupakan hasil dari komplikasi saat lahir, termasuk prematuritas, berat badan lahir rendah, lahir asfiksia dan penyakit kuning. Peningkatan praktek kesehatan ibu dan anak akan membantu mencegah komplikasi ini. Penggunaan obat ototoksik pada ibu hamil dan bayi yang baru lahir bertanggung jawab 4% gangguan pendengaran pada anak-ana, hal ini berpotensi bisa dihindari.
Mengapa identifikasi awal begitu penting?
Identifikasi awal gangguan pendengaran pada anak-anak secara tepat waktu dan tepat intervensi dapat meminimalkan keterlambatan perkembangan dan memfasilitasi komunikasi, pendidikan dan pembangunan sosial. Program skrining pendengaran untuk bayi dan anak-anak bisa mengidentifikasi gangguan pendengaran di usia sangat muda. Untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran bawaan, kondisi ini dapat dideteksi pada hari pertama setelah lahir.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir tuli atau memperoleh gangguan pendengaran pada saat awal kehidupan harus segera menerima intervensi yang tepat untuk membantu perkembangan bahasa pada saat mereka mencapai usia lima tahun.
Bagi anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran di atas usia lima tahun, skrining pra sekolah dan saat sekolah dapat secara efektif mengidentifikasi gangguan pendengaran segera setelah onset, dengan demikian dapat membatasi dampak yang merugikan.
Studi Kasus:
Ibu Charlie, Lindsey, belum pernah mengetahui tentang infeksi cytomegalovirus (CMV) selama masa kehamilannya. Segera setelah Charlie lahir, Charlie gagal dalam tes pendengaran dan telah dikonfirmasi bahwa dia tuli telinga sebelah kiri. Ketika Charlie beranjak usia 3 tahun, pendengaran pada telinga kanannya juga terganggu. Infeksi CMV yang diderita Lindsey selama masa kehamilannya dinyatakan sebagai penyebabnya. Sekarang Charlie tumbuh sebagai seorang gadis yang cerdas yang pergi ke sekolah dan dapat mengikuti dengan baik, dengan bangga menggunakan alat bantu dengarnya yang berwarna pink berkilauan.
Infeksi CMV merupakan penyebab yang penting, namun korelasi dengan gangguan pendengaran masih belum diketahui. The United States Centers for Disease Control and Prevention memperkirakan bahwa 1 dari 150 anak lahir dengan infeksi CMV dan 1 dari 5 orang yang terinfeksi akan berkembang menjadi masalah yang permanen, seperti gangguan pendengaran atau perkembangan yang buruk. CMV disebarkan melalui kontak dengan cairan tubuh (air liur dan air seni) dari orang yang terinfeksi. Hal ini dapat dihindari melalui konseling bagi wanita hamil mengenai sumber infeksi dan kebersihan, seperti mencuci tangan secara teratur, menghindari berbagi makanan, menghindari kontak dengan air liur saat berciuman dengan anak dan membersihkan permukaan yang bersentuhan air liur atau air seni.
Apa strategi untuk pencegahan dan perawatan?
Tindakan diperlukan untuk mengurangi gangguan pendengaran dan meningkatkan hasil bagi anak-anak dengan gangguan pendengaran. Pemerintah, lembaga kesehatan masyarakat, organisasi pelayanan sosial, lembaga pendidikan dan kelompok masyarakat sipil semua perlu berkolaborasi dalam usaha ini.
Demi mencapai hasil yang diinginkan, hal yang dibutuhkan :
1. Memperkuat :
a. Program imunisasi: untuk mencegah infeksi yang menyebabkan gangguan pendengaran bawaan, seperti rubella, meningitis, gondok dan campak. Lebih dari 19% dari anak-anak berpotensi terhindar dari gangguan pendengaran melalui imunisasi terhadap rubella dan meningitis.
TINDAKAN: Cantumkan vaksin ini dalam program imunisasi nasional dan pastikan cakupannya luas.
b. Program kesehatan ibu dan anak untuk mencegah prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, lahir asfiksia, penyakit kuning dan infeksi cytomegalovirus.
TINDAKAN: Meningkatkan kesehatan ibu dan anak
Nutrisi yang baik
Kesadaran tentang praktek kebersihan
Penyuluhan tentang kelahiran yang aman
Penanganan yang tepat untuk infeksi neonatal dan penyakit kuning
c. Organisasi penderita gangguan pendengaran, kelompok dukungan orang tua dan keluarga
TINDAKAN: Mendorong terbentuknya kelompok dukungan untuk penderita gangguan pendengaran dan keluarganya.
2. Pelaksanaan :
a. Skrining pendengaran bayi baru lahir dan bayi memulai intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi dan habilitasi anak-anak dengan bawaan atau onset awal-gangguan pendengaran onset. Program skrining pendengaran bayi baru lahir harus diikuti dengan pendekatan yang berpusat pada keluarga.
TINDAKAN: MasuKkan program intervensi awal, yang berfokus pada:
intervensi yang tepat, idealnya dimulai sebelum usia enam bulan
dukungan keluarga, termasuk bimbingan dan konseling dari orang tua
rehabilitasi pendengaran melalui alat bantu dengar dan implant koklea
terapi yang cocok dan komunikasi pilihan
b. Skrining pendengaran berbasis sekolah dengan tujuan untuk mengidentifikasi, merujuk dan mengelola penyakit telinga yang umum dan gangguan pendengaran.
TINDAKAN: Mengintegrasikan skrining pendengaran ke dalam program kesehatan sekolah dan mengembangkan penyediaan pelayanan yang sesuai: medis, bedah dan rehabilitasi.
Studi Kasus :
Bahasa isyarat telah memiliki penting dampak positif pada kehidupan Patrick, seorang pemuda dari daerah terpencil Uganda. Lahir tuli dan tidak tersedia sekolah untuk anak-anak tuna rungu di daerahnya, ia menghabiskan sebagian besar waktunya tanpa pengetahuan bahasa isyarat dan tanpa komunikasi. Kebanyakan hari Patrick dihabiskan sendirian di gubuknya, terisolasi dari dunia. Uganda National Association of the Deaf, sebuah nirlaba yang didedikasikan untuk memberdayakan individu dengan gangguan pendengaran, diselenggarakan untuk Patrick untuk mengadakan kelas bahasa isyarat pertama ketika ia berusia 15 tahun. Kelas-kelas ini mengubah hidup Patrick. Dia masih mengambil kelas sampai hari ini dan memiliki harapan untuk mengajar orang-orang tuli lain di masa depan. Pengalaman Patrick yang dilaporkan melalui film dokumenter disebut "15 dan belajar untuk berbicara".
3. Melatih :
a. Dokter layanan primer dan petugas kesehatan tentang relevansi penyakit telinga dan kebutuhan untuk intervensi awal gangguan pendengaran dan pilihan pengobatannya. Ini akan memungkinkan penyediaan layanan yang dapat diakses dan memfasilitasi rujukan untuk manajemen mereka. WHO mendokumentasikan tentang sumber daya pelatihan peduli telinga dan pendengaran, satu set empat pelatihan manual, dan rehabilitasi berbasis masyarakat: penyuluhan perawatan telinga dan pendengaran melalui CBR adalah sumber daya yang berguna untuk ini.
TINDAKAN: Membangun program pelatihan perawatan telinga dan pendengaran untuk penyedia layanan kesehatan tingkat SD.
b. Otologis, profesional audiologi, profesional medis lainnya (seperti perawat), terapis dan guru untuk memberikan pelayanan dan perawatan yang diperlukan. Ini adalah sebuah langkah penting untuk mengatasi masalah telinga dan pendengaran.
TINDAKAN: Mengatur program pelatihan professional untuk mengembangkan sumber daya manusia di bidang kesehatan pendengaran dan pendidikan untuk orang-orang dengan gangguan pendengaran.
Studi Kasus :
Ngoc lahir di Viet Nam, dan segera setelah ia lahir keluarganya memperhatikan bahwa dia tidak menanggapi suara sekelilingnya. Ketika Ngoc berusia 15 bulan, orang tuanya membawanya ke dokter untuk tes pendengaran di mana dikonfirmasi bahwa dia memiliki gangguan pendengaran yang parah. Keluarga Ngoc merasa terpuruk karena mereka tidak tahu bagaimana menangani tantangan ini. Dokter menyarankan alat bantu dengar untuk Ngoc dan mengikuti program pendidikan untuk anak-anak yang tuli dan sulit mendengar untuk mendapatkan tambahan informasi. Sebuah organisasi non-profit yang bekerja di Viet Nam membantu Ngoc mencari sepasang alat bantu dengar yang sesuai ketika dia berusia 17 bulan. Setelah menggunakan alat bantu dengar, Ngoc segera menanggapi suara di sekelilingnya. Dia kemudian mendaftarkan diri ke dalam program intervensi awal di mana dia membuat kemajuan besar, dan belajar untuk mendengar dan berbicara.
4. Kemudahan akses :
a. Alat bantu dengar : kemajuan di bidang alat bantu dengar dan implan koklea telah ditingkatkan dengan banyaknya pilihan yang tersedia untuk orang dengan gangguan pendengaran. Sayangnya, hanya sebagian kecil dari mereka yang membutuhkan perangkat ini dapat mengaksesnya, karena kurangnya ketersediaan dan biaya tinggi.
TINDAKAN: Mengembangkan inisiatif berkelanjutan untuk harga dan pemeliharaan alat bantu yang terjangkau, juga dapat memberikan dukungan berkelanjutan bagi mereka yang menggunakan perangkat ini.
b. Komunikasi : pengenalan awal bahasa sangat bermanfaat bagi anak tunarungu. Hal ini merupakan salah satu bentuk rehabilitasi berupa komunikasi verbal, seperti terapi pendengaran-verbal dan pendengaran-lisan. Pembuat kebijakan juga harus mempromosikan komunikasi alternatif termasuk bahasa tubuh, komunikasi total, bilingual / bikultural (bi-bi), bahasa isyarat dan pendekatan membaca bibir. Gunakan putaran dan sistem FM di ruang kelas dan tempat-tempat umum serta penyediaan caption pada media audio visual penting untuk meningkatkan aksesibilitas komunikasi untuk orang dengan gangguan pendengaran.
TINDAKAN: Menjamin akses komunikasi melalui semua media tersedia, dalam konsultasi dengan para pemegang kepentingan, termasuk orang-orang dengan gangguan pendengaran.
5. Pengaturan dan pemantauan :
a. Penggunaan obat ototoksik untuk meminimalkan bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan sembarangan. Ketika penggunaan tidak dapat dihindarkan, pemantauan audiologi membantu mengidentifikasi gangguan pendengaran pada tahap awal.
TINDAKAN: Mengembangkan dan melaksanakan legislasi untuk melarang penggunaan obat ototoksik; dan penyedia layanan kesehatan sigap tentang konservasi pendengaran saat diperlukan.
b. Mengembangkan dan menerapkan undang-undang untuk membatasi penjualan dan penggunaan obat ototoksik; dan penyedia layanan kesehatan sigap tentang masalah yang dapat timbul dengan pemaikaian obat tersebut.
TINDAKAN: Mengembangkan dan menerapkan peraturan mengenai lingkungan kebisingan, termasuk di tempat-tempat rekreasi; menerapkan standard untuk mendengarkan perangkat audio pribadi secara aman.
Studi Kasus :
Satu malam saat Paolo (nama samaran) sedang tidur di lengan ibunya, suaminya mengambil sebuah lonceng kuningan dan menggelengkannya terus menerus. Paolo tidak bergerak. Saat itulah mereka tahu ada sesuatu yang ganjil. Minggu depannya spesialis di rumah sakit anak-anak mendiagnosis Paolo gangguan pendengaran bilateral berat-hingga-sangat berat. Paolo terdaftar di program di mana ia belajar untuk mendengarkan dan berbicara. Ia untuk pertama kalinya menerima sepasang alat bantu dengar; dan mulai berjalan: semua pada saat ia 10 bulan. Anak kecil yang sangat penasaran ini senang mendengarkan dan menghabiskan waktu berjam-jam dengan kakaknya, mewarnai dan bercakap-cakap. Paolo dimasukkan ke sekolah dan lulus sebagai siswa teladan. Dia sekarang di tahun ketiga di jurusan teknik mesin. Paolo menjadi sebuah inspirasi bagi semua orang yang mengenal dia dan dia dengan bangga mengatakan bahwa ia akan terus mengatasi tantangan di hadapannya.
6. Meningkatkan kewaspadaan publik :
a. Mengenai perawatan telinga yang sehat yang dapat mengurangi infeksi telinga. Sebagai contoh, menghindari masuknya substansi apapun ke dalam telinga dapat mengurangi masalah telinga. Memastikan bahwa anak dengan sakit telinga dihindarkan dari penggunakan obat rumahan dan ditangani oleh praktisi medis dapat mencegah infeksi telinga yang parah dan gangguan pendengaran.
TINDAKAN: Menerapkan program kewaspadaan untuk mempromosikan perawatan telinga dan pendengaran dalam komunitas.
b. Mengenai bahaya dari suara keras dengan mendidik anak di masa kanak-kanak mengenai risiko yang diakibatkan oleh level suara yang merusak dari peralatan audio pribadi seperti smartphone dan tempat hiburan yang berisik termasuk acara olahraga. Ini dapat membantu mengubah pola perilaku dan mempromosikan mendengar yang aman, yang dapat mencegah berkembangnya gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan dalam masa kanak-kanak dan dewasa.
TINDAKAN: Membangun dan menerapkan program kewaspadaan yang menargetkan anak muda dengan tujuan mempromosikan kebiasaan mendengar yang aman.
c. Untuk mengurangi stigma mengenai gangguan pendengaran dalam komunitas. Menekankan dan berbagi cerita dari orang sukses dengan gangguan pendengaran dapat secara efektif mengurangi stigma tentang gangguan pendengaran, alat pendengaran dan metode komunikasi alternatif.
TINDAKAN: Menggunakan contoh model untuk meningkatkan kewaspadaan mengenai pencegahan dan perawatan gangguan pendengaran.
Studi Kasus :
Janice (nama samaran) gagal pada skrining awal pendengarannya saat lahir di Amerika Serikat dan didiagnosis dengan gangguan pendengaran bilateral yang berat. Dia segera dipasangkan alat bantu dengar. Namun, alat bantu dengarnya tidak menguntungkan dirinya, kemudia Janice menerima implan koklea ketika dia berusia 1 tahun. Setelah menerima terapi sejak usia delapan bulan, percakapan terbaru Janice dan evaluasi bahasa mengungkapkan bahasa dan keterampilan berbicaranya agak tertunda dibandingkan dengan anak-anak dengan pendengaran normal. Dia sekarang mengikuti prasekolah dan terus menerima pelajaran terapi berbicara untuk meningkatkan keterampilan artikulasinya. Selanjutnya, Janice akan bergabung dengan anak-anak lainnya di TK.
Dalam pelaksanaan hal-hal di atas, perencanaan strategi dapat membantu mengurangi gangguan pendengaran dan menghilangkan dampak yang merugikan bagi penderita. Sejalan dengan prinsip Convention on the Rights of People with Disabilities, meningkatkan pendengaran dan akses untuk berkomunikasi dapat memfasilitasi edukasi dan pemberian lapangan pekerjaan dan mendorong penyertaan sosial dan psikologis yang sehat bagi para penderita gangguan pendengaran. Banyak negara yang sudah memulai strategi yang sejalan dengan konvensi dan telah menerapkan model unruk pencegahan, identifikasi, dan intervensi.
Kini, penyebab dari gangguan pendengaran sudah diketahui dan strategi pencegahan sudah teridentifikasi; teknologi sudah tersedia untuk mendeteksi gangguan pendengaran dini; dan teknik intervensi diterapkan dengan baik. Ribuan anak dengan gangguan pendengaran mendapatkan komunikasi dan kemampuan lainnya yang dibutuhkan untuk menjalani hidup, dan mempunyai kesempatan-kesempatan yang sama dengan anak yang dapat mendengar secara normal. Di sisi lain, jutaan anak masih menghadapi konsekuensi yang tidak diharapkan dari gangguan pendengaran.
Diterjemahkan oleh : Irene Carolin – 1115054 – FK Maranatha
Sumber : brosur HWD 3 Maret 2016

PERINGATAN HARI KESEHATAN TELINGA & PENDENGARAN 3 MARET 2016



SIAPKAN MASA DEPAN CERAH BAGI BAYI YANG LAHIR DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN ATAU KETULIAN

Oleh : dr. TITUS TABA, SpTHT-KL

Ketua Komite Daerah Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian Propinsi Papua Barat.

“ Mempersiapkan masa depan yang cerah bagi bayi yang lahir dengan gangguan pendengaran atau ketulian, merupakan tanggung jawab bersama dari orang tua/keluarga, tenaga kesehatan, organisasi kemasyarakatan, swasta dan pemerintah“

PENDAHULUAN
Minggu yang lalu - tepatnya tanggal 25 Februari 2016 - Komite Daerah Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komda PGPKT) Sorong telah melaksanakan “Simposium dan Pelatihan Deteksi Dini Gangguan Pendengaran dan Ketulian Pada Bayi Baru Lahir” bagi para dokter, bidan dan perawat se-Sorong Raya, dengan sukses.
Kegiatan tersebut boleh dikatakan berhasil karena dapat menghimpun sekitar 329 tenaga kesehatan ( dokter, bidan, perawat dan mahasiswa ) se-Sorong Raya, untuk mengikuti Simposium dan Pelatihan dengan narasumber para pakar dari Jakarta, Bandung, Surabaya dan Sorong. Keberhasilan pelaksanaan kegiatan ini tidak terlepas dari dukungan banyak pihak antara lain, IDI Cabang Sorong, Komite Nasional PGPKT Pusat, Komda PGPKT Propinsi Papua Barat, BPJS Sorong, PKK Kabupaten Sorong, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, RSUD Kabupaten Sorong, RSU Sele Be Solu Kota Sorong, RSU Kasih Herlina Sorong, IBI Sorong, PPNI Sorong, pihak swasta, peserta simposium dan pelatihan serta orang tua.
Dukungan dari berbagai kalangan ini menunjukkan bahwa masalah deteksi dini gangguan pendengaran dan ketulian pada bayi lahir tuli, merupakan tanggung jawab bersama yang harus dimulai sebagai suatu gerakan kepedulian. Tanggung jawab kita bersama menyiapkan para dokter, bidan, perawat di fasilitas kesehatan tingkat pertama bahkan orang tua/keluarga penderita sendiri,  untuk dapat melaksanakan deteksi dini gangguan pendengaran atau ketulian pada bayi baru lahir agar bayi yang mengalami gangguan pendengaran dan ketulian tidak terlambat penanganannya.
Bayi yang beresiko mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sejak lahir, harus menerima tes skrining pendengaran dini, segera setelah lahir. Hal ini penting untuk mengetahui apakah bayi mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sehingga penanganan dini dapat dilakukan, dan diharapkan  bayi  tumbuh optimal, karena masalah pendengaran dapat menunda perkembangan suara, bicara, dan kemampuan bahasa bayi. Mendengar juga memungkinkan bayi untuk belajar bahasa dan merangsang perkembangan otaknya. Karena hal itu menjadi begitu penting untuk mengenal dan mengatasi masalah pendengaran sedini mungkin. (Widodo Judarwanto).


PROSES MENDENGAR
Kapan proses mendengar dimulai? Sebenarnya sudah terjadi saat bayi masih dalam kandungan dan segera setelah bayi dilahirkan. Bayi sudah dapat memberikan reaksi terhadap bunyi yang keras seperti terkejut, kedipan mata, berhenti menyusui, terbangun dari tidur ataupun menangis, tetapi saat itu bayi belum dapat menentukan dari mana asal bunyi tersebut. (Mitra Keluarga)
Kemampuan mendengar bayi akan menjadi salah satu “bekal” baginya untuk belajar bicara. Apa yang mampu didengarnya, ikut menentukan apa yang mampu dikatakannya. (Ayah Bunda)
Fungsi pendengaran pada bayi sangat penting. Dia akan menggunakan pendengarannya untuk memahami dan belajar untuk berkomunikasi dengan dunia di sekelilingnya. Beberapa bayi lahir dengan gangguan pendengaran. Anak-anak lain yang lahir dengan pendengaran normal , bisa memiliki masalah pendengaran saat mereka tumbuh dewasa. Bayi menggunakan telinga mereka untuk menerima sejumlah besar informasi tentang dunia di sekitarnya. (Widodo Judarwanto)
PERKEMBANGAN NORMAL FUNGSI PENDENGARAN BAYI
1.      Dalam Kandungan
Perkembangan pendengaran sebagian besar terjadi di dalam rahim. Telinga bagian dalam bayi sepenuhnya berkembang pada minggu ke-20 kehamilan, dan kemampuan untuk mendengar sepenuhnya dikembangkan pada saat lahir. Sementara dalam rahim, bayi Anda bisa mendengar detak jantung ibu, perut ibu keroncongan dan darah bergerak melalui tali pusat. Bayi Anda mungkin bahkan telah dikejutkan oleh suara keras

2.      Bayi Baru Lahir
Sejak lahir bayi Anda akan memperhatikan suara dan suara, terutama yang bernada tinggi. Dia juga akan merespon suara akrab, seperti suara atau lagu ninabobo Anda bermain atau sering menyanyikannya, atau Anda berbicara atau pasangan Anda. Dia mungkin terkejut oleh keras atau suara tak terduga.
Bagaimana bayi menanggapi suara sebagian bergantung pada temperamen. Seorang bayi lebih sensitif dapat melompat pada setiap suara kecil, misalnya, sementara bayi lebih tenang mungkin memerlukan waktu lebih suara dengan tenang.

3.      Usia Tiga Bulan.
Pada usia tiga bulan bagian dari otak bayi Anda yang membantu dengan pendengaran, bahasa dan bau akan lebih reseptif dan aktif. Ini bagian dari otak bayi Anda disebut lobus temporal. Pada usia 3 bulan, bayi akan tersenyum saat mendengar suara orang tua, dan bahkan mungkin mulai mengoceh. Ketika bayi Anda mendengar suara Anda, dia mungkin melihat langsung pada Anda dan mengerang dalam upaya untuk berbicara kembali. Mengoceh dan mendengarkan dapat bekerja keras untuk bayi Anda pada tiga bulan. Jika dia terlihat cara lain atau kehilangan konsentrasi saat Anda berbicara atau membaca untuknya, itu belum tentu karena dia tidak bisa mendengar Anda. Dia mungkin hanya memiliki rangsangan yang cukup. Kebanyakan bayi bisa tenang ketika mereka mendengar suara-suara akrab dan membuat vokal terdengar seperti ohh. Jangan khawatir jika bayi Anda terkadang terlihat jauh saat Anda sedang berbicara atau membaca padanya, tapi jangan katakan pada dokter jika dia tampaknya tidak menanggapi suara Anda sama sekali atau tidak mengagetkan di suara di lingkungan.

4.      Usia Empat Bulan.
Pada sekitar 4 bulan, bayi mulai mencari sumber suara. Dari usia empat bulan bayi Anda akan bereaksi terhadap suara penuh semangat, dan dia mungkin tersenyum ketika dia mendengar suara Anda. Dia mungkin mulai menonton mulut Anda serius ketika Anda berbicara, dan mencoba untuk menyalin Anda dan konsonan mengucapkan terdengar seperti "m" dan "b". Pada usia 4 bulan, bayi dapat membedakan emosi dengan nada suara dan menggunakan suara mereka sendiri untuk mengekspresikan sukacita dan ketidaksenangan. Mereka juga dapat mulai mengenal nama mereka sendiri dan bahkan mungkin kata "tidak."

5.      Usia Enam Bulan.
 Pada usia enam bulan atau tujuh bulan bayi Anda akan menyadari di mana suara berasal, dan dia akan berbalik cepat ke arah yang baru. Dia juga akan mampu merespon suara sangat tenang, asalkan dia tidak terganggu. Pada usia 6 bulan, bayi Anda mungkin dapat meniru dan mendengar suara Anda. Saat ia mendekati 10 bulan usia, ia akan merespon namanya atau suara lain yang dikenal atau kata-kata, seperti telepon. Sudah mulai mencoba untuk meniru suara.

6.      Usia 8 Bulan.
Pada usia 8 bulan, bayi mulai mengoceh dan menanggapi perubahan dalam nada suara.

7.      Usia 12 Bulan.
Pada saat bayi Anda berusia satu tahun, dia akan bisa mengenali lagu favoritnya, dan akan mencoba untuk bergabung masuk. Sekitar usia 1 tahun, dia akan mampu menunjukkan obyek akrab dalam sebuah buku ketika ditanya. Pada ulang tahun pertama ini bayi akan mengatakan kata-kata tunggal seperti "ma-ma" dan "da-da" dan menanggapi namanyasendiri. (Widodo Yudarwanto)

APA YANG DAPAT KITA LAKUKAN BILA MENGHADAPI BAYI DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN.
Tentu menjadi sangat penting untuk mendeteksi secara dini (lebih awal) apakah bayi mengalami gangguan pendengaran. Bayi yang beresiko mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sejak lahir, harus menerima tes skrining pendengaran dini, segera setelah lahir. Hal ini penting untuk mengetahui apakah bayi mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sehingga penanganan dini dapat dilakukan, dan diharapkan  bayi  tumbuh optimal, karena masalah pendengaran dapat menunda perkembangan suara, bicara, dan kemampuan bahasa bayi.
Menjadi tanggung jawab bersama dari orangtua/keluarga, tenaga kesehatan, pemerintah dan swasta untuk mempersiapkan masa depan cerah bagi bayi yang lahir dengan gangguan pendengaran atau ketulian.
TANGGUNG JAWAB ORANG TUA/KELUARGA
1.      Mengenal secara dini bayi mengalami gangguan dengar atau tidak, bisa dilakukan secara sederhana. Ketika orang tua/keluarga mengetahui dengan pasti perkembangan normal fungsi pendengaran bayi sesuai umurnya (lihat keterangan sebelumnya), maka orang tua / keluarga bila melihat ada penyimpangan dari perkembangan normal fungsi pendengaran bayi tersebut, berarti kemungkinan ada gangguan pendengaran.
Bagaimana mengenal gangguan pendengaran pada bayi / anak
·         Bayi tidak terkejut ketika ada suara keras
·         Saat tidur bayi tidak terganggu oleh suara keras/ribut
·         Usia 6 bulan belum mengoceh
·         Anak dipanggil belum menoleh
·         Belum dapat berbicara pada usia yang pada umumnya anak seharusnya sudah dapat bicara
·         Anak hanya menggunakan satu telingannya untuk mendengar
·         Jika berbicara dengan anak tersebut harus menggunakan suara agak keras / keras
·    Adanya perbedaan perkembangan komunikasi bila dibanding teman sebayanya. (Mitra Keluarga)
2.      Memberi dukungan bagi bayi / anak dengan cara membawa bayi/anak ke fasilitas kesehatan agar dapat diperiksa  kesehatan umum dan  pendengarannya, termasuk menyiapkan dana bagi kelancaran proses pemeriksaan, diagnosa dan penanganannya
3.      Mengikuti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS, sehingga dapat mengurangi beban biaya yang dibutuhkan. 

TANGGUNG JAWAB TENAGA KESEHATAN
1.     Meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk deteksi dini, diagnosa, penanganan bayi/anak dengan gangguan pendengaran dan ketulian
2.  Mengadvokasi pemerintah daerah masing-masing untuk menyediakan sarana kesehatan yang mendukung deteksi dini dan penanganan bayi/anak dengan gangguan dengar
3.      Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat luas.

Karena diperkirakan sekitar 60 % persalinan ditolong oleh bidan maka para bidan harus mahir melakukan pemeriksaan secara sederhana untuk mendeteksi apakah bayi lahir dengan gangguan pendengaran / tuli atau tidak. Demikian juga bila dokter umum yang menolong persalinan, dapat melakukan pemeriksaan sederhana
CARA SEDERHANA PEMERIKSAAN PENDENGARAN BAYI
 Yaitu dengan memberikan bunyi-bunyian pada jarak 1 m di belakang anak :
1.      Bunyi pss – pss untuk mengambarkan suara frekwensi tinggi
2.      Bunyi uh – uh untuk mengambarkan frekwensi rendah
3.      Suara menggesek dengan sendok pada tepi cangkir (frekwensi 4 KHz)
4.      Suara mengetuk dasar cangkir dengan sendok (frekwensi 900 KHz)
5.      Suara meremas kertas (frekwensi 6000 KHz)
6.      Suara bel (frekwensi 2000 KHz)

Seuai dengan usia anak, perkembangan fungsi pendengaran sebagai berikut :
-   Usia 0-4 bulan : kemampuan respons pendengaran masih terbatas dan bersifat refleks. Dapat dinyatakan bayi keget mendengar suara keras atau terbangun ketika sedang tidur. Respons berupa refleks auropalpebral maupun refleks Moro.
-    Usia 4-7 bulan : respons memutar kepala kearah bunyi yang terletak dibidang horizontal, walaupun belum konsisten. Pada usia 7 bulan otot leher cukup kuat sehingga kepala dapat diputar dengan cepat kearah sumber suara.
-    Usia 7-9 bulan : dapat mengidentifikasi dengan tepat asal sumber bunyi dan bayi dapat memutar kepalanya dengan tegas dan cepat.
-   Usia 9-13 bulan : bayi sudah mempunyai keinginan yang besar untuk mencari sumber bunyi dari segala arah dengan cepat.
-    Usia 2 tahun : pemerika harus lebih teliti karena anak tidak akan memberi reaksi setelah beberapa kali mendapat stimulus yang sama. Hal ini disebabkan karena anak sudah mampu pemperkirakn sumber suara.
Perkembangan bicara erat kaitannya dengan tahap perkembangan mendengar pada bayi, sehingga adanya gangguan pendengaran perlu dicurigai apabila :
Usia 12 bulan : belum dapat mengoceh (babbling) atau meniru bunyi
Usia 18 bulan : tidak dapat menyebut 1 kata yang mempunyai arti
Usia 24 bulan : perbendaharaan kata kurang dari 10 kata
Usia 30 bulan : belum dapat merangkai 2 kata

Apa yang harus dilakukan bila tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan primer bila mencurigai bayi / anak dengan gangguan pendengaran atau ketulian :
·           Konsultasi dengan Dokter Spesialis THT-KL (Bidang Audiologi –> Audiologist/Physician in Audiology)
·           Konsultasi dengan Dokter Anak (Tumbuh kembang anak)
·           Konsultasi dengan Psikiater Anak
·           Konsultasi dengan Psikolog Anak
Bagi Dokter Spesialis THT-KL dengan Tenaga Audiologis, sudah harus mampu melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran yang lengkap.
Pemeriksaan fungsi pendengaran secara lengkap
·         Tympanometri
Menilai fungsi telinga tengah
·         BOA (Behavioral Observation Audiometri)
Menilai kemampuan anak dalam memberikan respon terhadap rangsang bunyi dengan mengamati perilaku anak
·         Play Audiometri
Menilai fungsi pendengaran anak yang dilakukan sambil bermain
·         OAE (Oto Acoustic Emition)
Menilai fungsi Cochlea secara obyektif dan dapat dilakukan dalam waktu yang Singkat
·         ABR (Auditory Brainstem Response)
Pemeriksaan yang menilai fungsi pendengaran secara obyektif sepanjang jalurpendengaran (N.VIII)
·         ASSR (Auditory Steady State Response)
Pemeriksaan yang hampir sama dengan ABR namun  hasilnya dapat menunjukkan beberapa frekuensi pendengaran sekaligus.

 

TANGGUNG JAWAB ORGANISASI KEMASYARAKATAN, SWASTA  DAN PEMERINTAH
1.     Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat melalui media penyuluhan, leaflet, brosur, poster, iklan layanan masyarakat dan sebagainya.
2.   Organisasi kemasyarakatan seperti organisasi keagamaan, organisasi wanita, organisasi pemuda, lembaga adat  dan swasta, mendukung  Pemerintah dalam hal : 
       a. Menyiapkan anggotanya sebagai kader untuk membantu sosialisasi atau edukasi tentang deteksi dini pada bayi lahir tuli dengan cara pemeriksaan sederhana
       b. Melakukan bakti sosial di bidang kesehatan pendengaran khususnya deteksi dini bayi lahirdengan gangguan pendengaran atau ketulian dan dukungan alat bantu dengar
        c.  Menggalang dana guna mendukung penggandaan  bahan sosialisasi/edukasi bagi anggota masyarakat, bakti sosial untuk dukungan alat bantu dengar dan implan koklea
3.     Pemerintah bertanggung jawab 
    a. Menyediakan sumber daya manusia (SDM) yang mahir menetapkan diagnosa dan menangani bayi/anak dengan gangguan pendengaran atau ketulian, seperti tenaga dokter spesialis THT-KL (subspesialis bedah mikro telinga), dokter spesialis anak (sub Tumbuh Kembang Anak), ahli psikiater anak, ahli psikologi anak, tenaga audiologist terlatih, tenaga terapis audio-verbal, teknisi fitting alat bantu dengar, yang secara reguler dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya melalui kursus/pelatihan
     b. Menyediakan alat pemeriksaan untuk mendukung diagnosa  gangguan pendengaran atau  ketulian  pada bayi/anak seperti alat Timpanometri, BOA, Play Audiometri, OAE, di RSUD Kabupaten/Kota, ABR/ ASSR dan mikroskop bedah telinga untuk implant koklea (rumah siput) di RSUD Propinsi
    c. Menyediakan Ear Kit,  alat audiometer skrining dan perawat terlatih audiologi di Puskesmas.
      d. Menyediakan Alat Bantu Dengar (ABD) yang “low cost high quality”
     e.  Membuat MOU dengan pihak donor, lembaga  di dalam dan  luar negeri untuk mendukung kegiatan deteksi dini, diagnosa, penanganan sampai bantuan dana bagi kelancaran program.
KESIMPULAN.
Mempersiapkan masa depan cerah bagi bayi yang lahir dengan gangguan pendengaran atau ketulian, merupakan tanggung jawab bersama dari orang tua/keluarga, tenaga kesehatan, organisasi kemayarakatan, swasta dan pemerintah.
Semoga bermanfaat.