GANGGUAN PENDENGARAN PADA MASA KECIL
ATASI SEKARANG, BEGINI CARANYA!
Diterjemahkan oleh : Irene Carolin – 1115054 – FK Maranatha Bandung
60% dari gangguan pendengaran pada masa kecil dapat dicegah; ketika
tidak terhindarkan, diperlukan intervensi yang sesuai untuk memastikan
anak-anak dengan gangguan pendengaran mencapai potensi penuh mereka.
Cara manusia melihat dunia mereka dimediasi melalui pengalaman
sensorik. Dari semua indera, pendengaran memfasilitasi secara
fundamental komunikasi dan mendorong interaksi sosial, memungkinkan
orang untuk menjalin hubungan, berpartisipasi dalam kegiatan
sehari-hari, waspada terhadap bahaya, dan pengalaman peristiwa
kehidupan.
Sekitar 360 juta orang – 5% dari populasi dunia- hidup
dengan gangguan pendengaran yang dianggap kecacatan; 32 juta
diantaranya adalah anak-anak. Sebagian besar tinggal di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah.
Untuk anak-anak mendengar
adalah kunci untuk belajar bahasa lisan, akademis, dan terlibat dalam
sosial. Gangguan pendengaran berperan sebagai penghalang untuk
pendidikan dan integrasi sosial. Sebagai anak-anak dengan gangguan
pendengaran bisa mendapatkan keuntungan besar jika diidentifikasi di
awal kehidupan dan mendapat intervensi yang tepat.
WHO (World
Health Organization) memperkirakan sekitar 60% dari anak-anak dengan
gangguan pendengaran dapat dihindari melalui langkah-langkah pencegahan.
Ketika tidak dapat dihindari, intervensi yang diperlukan untuk
memastikan anak-anak mencapai potensi penuh adalah rehabilitasi,
pendidikan dan pemberdayaan. Tindakan diperlukan di kedua bidang.
Apa dampak dari gangguan pendengaran jika tidak diatasi?
Meskipun dampak yang paling jelas dari gangguan pendengaran pada masa
kanak-kanak adalah akuisisi bahasa, gejala lain juga memiliki
konsekuensi bagi keseluruhan keaksaraan, pengembangan keterampilan
sosial dan sikap, termasuk harga diri. Gangguan pendengaran yang tidak
diobati sering dikaitkan dengan akademis yang buruk sehingga dapat
menyebabkan penurunan prestasi kerja dan peluan lapangan kerja yang
lebih sedikit di kemudian hari. Untuk anak, kesulitan dalam komunikasi
dapat mengakibatkan perasaan marah, stres, kesepian dan konsekuensi
emosional atau psikologis yang mungkin memiliki efek mendalam pada
keluarga secara keseluruhan. Dalam keadaan sumber daya rendah dimana
seorang anak berisiko lebih tinggi untuk cedera, gangguan pendengaran
dapat menempatkan anak di situasi yang tidak aman akibat penurunan
kewaspadaan. Dalam konteks yang lebih luas, gangguan pendengaran yang
tidak diatasi dapat mempengaruhi perkembangan sosial dan ekonomi
masyarakat dan negara.
Sejumlah faktor yang dapat menentukan dampak dari gangguan pendengaran pada individu, meliputi :
• Onset usia : tahun-tahun awal kehidupan adalah periode yang optimal
untuk perkembangan berbicara dan berbahasa. Dampak gangguan pendengaran
terbesar adalah pada mereka yang dilahirkan dengan atau perkembangan
gangguan pendengaran segera setelah lahir.
• Derajat gangguan
pendengaran : hal ini dapat berkisar dari ringan sampai sangat berat.
Semakin tinggi tingkat keparahan, semakin besar dampaknya.
• Usia
teridentifikasi dan terintervensi : semakin cepat seorang anak
teridentifikasi gangguan pendengaran, dan sebelumnya sudah menerima
layanan dukungan, semakin besar kesempatan untuk belajar bahasa lisan.
The Joint Committee on Infant Hearing merekomendasikan semua anak
dengan gangguan pendengaran harus menerima intervensi di usia enam
bulan. Identifikasi dan intervensi awal juga dapat mengurangi secara
signifikan peningkatan biaya pendidikan terkait dengan gangguan
pendengaran, dan meningkatkan kapasitas produktif di kemudian hari.
• Lingkungan : lingkungan hidup secara keseluruhan, termasuk akses
dalam pelayanan, secara signifikan mempengaruhi perkembangan anak dengan
gangguan pendengaran. Anak-anak dengan gangguan pendengaran yang
memiliki akses untuk teknologi pendengaran seperti alat bantu dengar dan
implan koklea, bahasa isyarat dan pendidikan khusus, dapat
berpartisipasi atas dasar kesetaraan dengan rekan-rekan mereka yang
dapat mendengar secara normal. Orang tua dan dukungan keluarga kelompok
memfasilitasi pembangunan sosial anak dengan gangguan pendengaran.
Studi Kasus :
Piseth (nama samaran) adalah gadis berusia delapan tahun yang tinggal
di pedesaan Kamboja. Dia menderita infeksi telinga sehingga
mengakibatkan keluar cairan dari telinganya.. Masalahnya begitu umum
bagi anak-anak Kamboja sehingga penduduk desa sering menganggapnya
normal. Penyakit ini, bagaimanapun, menyebabkan gangguan pendengaran
yang mungkin memiliki efek jangka panjang yang berdampak pada
pengembangan komunikasi, bahasa dan kemajuan pendidikan.. Jika dibiarkan
tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi medis serius dan bahkan
kematian.. Masalah Piseth ditemukan oleh tim medis penjangkauan.
Kondisinya begitu parah sehingga tidak hanya kehilangan sebagian dari
pendengarannya, penyakit ini telah menghancurkan tulang di tengkoraknya.
Dia menjalani operasi segera untuk menghilangkan jaringan dan tulang
yang telah terinfeksi. Setelah operasi, telinganya membaik dan dia pergi
kembali ke desa dan sekolahnya. Kemajuannya dipantau secara rutin oleh
tim medis.
Apa yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada anak?
Gangguan pendengaran pada anak-anak memiliki banyak penyebab, termasuk
akibat keturunan, yang berarti penyebab itu sudah ada saat dilahirkan
maupun segera setelah itu, dan karena penyebab yang diperoleh pada usia
kanak-kanak. Gangguan pendengaran mungkin hasil kombinasi dari beberapa
faktor tersebut. Namun, hal ini tidak selalu memungkinkan untuk
menentukan penyebab pasti.
Penyebab gangguan pendengaran pada anak dapat meliputi :
1. Faktor genetik : hampir 40% menyebabkan gangguan pendengaran pada
anak. Telah terbukti bahwa gangguan pendengaran jauh lebih sering pada
anak yang lahir dari pernikahan kerabat atau perserikatan antara dua
individu yang terkait erat. Cacat bawaan dari telinga dan saraf
pendengaran yang merupakan hasil dari pengaruh faktor genetik atau
lingkungan, dapat dikaitkan dengan gangguan pendengaran.
2.
Kondisi saat lahir : dapat berupa prematuritas, berat badan bayi lahir
rendah, kekurangan oksigen atau lahir asfiksia, dan penyakit kuning.
3. Infeksi : selama kehamilan ibu mungkin memperoleh infeksi tertentu
seperti rubella dan cytomegalovirus yang menyebabkan gangguan
pendengaran pada anak. Selain itu meningitis, gondok, dan campak pada
anak juga dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. Infeksi telinga umum
ditemukan pada anak-anak di dengan sumber daya rendah. Hal ini dapat
menyebabkan keluarnya cairan dari telinga (otitis media supuratif
kronis). Selain gangguan pendengaran, infeksi telinga dapat menyebabkan
komplikasi seperti mengancam jiwa.
4. Penyakit telinga : masalah
telinga yang umum dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada anak-anak.
Ini termasuk terlalu banyak kotoran telinga (serumen) dan lem telinga
(otitis media non supuratif) yang disebabkan oleh akumulasi cairan di
dalam telinga.
5. Bising : suara keras, termasuk perangkat audio
pribadi seperti smartphone dan MP3 player yang digunakan pada volume
keras untuk waktu yang lama, dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
Bahkan suara dengan intensitas tinggi dalam waktu singkat seperti dari
kembang api dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Bising
mesin dalam unit perawatan intensif neonatal juga dapat berkontribusi
untuk gangguan pendengaran.
6. Obat-obatan : obat-obatan, seperti
yang digunakan dalam pengobatan infeksi neonatal, malaria, obat
tuberkulosis dan kanker, dapat menyebabkan gangguan pendengaran
permanen. Obat ini memiliki sifat ototoksik. Di banyak bagian dunia,
terutama dimana penggunaannya tidak diatur, anak-anak umumnya menerima
antibiotik ototoksik untuk pengobatan infeksi umum.
Studi Kasus
Congenital rubella syndrome (CRS) bisa menyebabkan gangguan
pendengaran, mata dan jantung dan cacat seumur hidup lainnya, termasuk
autisme, diabetes mellitus dan gangguan fungsi tiroid. CRS telah
memiliki dampak signifikan pada kehidupan keluarga Thai dari Bangkok.
Ketika Chi hamil putrinya Im, suaminya sakit dan memiliki ruam kulit.
Dia juga jatuh sakit dengan gejala yang sama beberapa hari kemudian -
gejala klasik rubella. Chi pergi ke dokter dan diberitahu dia akan
baik-baik saja. Namun, dia menyadari bahwa dia sedang hamil satu bulan.
Setelah Im lahir, orangtuanya menyadari bahwa dia memiliki masalah
dengan penglihatannya. Tidak lama makin jelas bahwa dia juga tidak bisa
mendengar. "Im menderita tuli", Chi menjelaskan "Dia tidak bisa
mendengar, atau berbicara ". Chi berharap bahwa dengan rehabilitasi yang
baik, putrinya dapat menjalani hidup yang sehat dan bahagia. Risiko
tertinggi CRS adalah di negara-negara dimana wanita usia subur tidak
memiliki kekebalan untuk penyakit (baik melalui vaksinasi atau dari
pernah mengalami rubella). Vaksinasi besar-besaran rubella selama dekade
terakhir secara praktis menghilangkan rubella dan CRS di negara maju
dan di beberapa negara berkembang. Pada bulan April 2015, WHO Wilayah
Amerika menjadi yang pertama di dunia yang akan menyatakan bebas
penularan endemik rubella.
Berapa banyak gangguan pendengaran pada anak yang dapat dicegah?
WHO memperkirakan bahwa sekitar 60% dari gangguan pendengaran pada anak
di bawah usia 15 tahun dapat dicegah. Angka ini lebih tinggi didapatkan
di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (75%) dibandingkan
dengan negara-negara berpenghasilan tinggi (49%). Perbedaannya bisa
disebabkan karena tingginya angka kejadian ganguan pendengaran akibat
infeksi pada daerah dengan sumber daya rendah serta pelayanan kesehatan
yang baik pada ibu dan anak di negara-negara berpenghasilan tinggi.
Lebih dari 30% anak-anak dengan gangguan pendengaran disebabkan oleh
penyakit seperti campak, gondok, rubella, meningitis dan infeksi
telinga. Ini dapat dicegah melalui imunisasi dan praktek kebersihan yang
baik. 17% gangguan pendengaran anak-anak merupakan hasil dari
komplikasi saat lahir, termasuk prematuritas, berat badan lahir rendah,
lahir asfiksia dan penyakit kuning. Peningkatan praktek kesehatan ibu
dan anak akan membantu mencegah komplikasi ini. Penggunaan obat
ototoksik pada ibu hamil dan bayi yang baru lahir bertanggung jawab 4%
gangguan pendengaran pada anak-ana, hal ini berpotensi bisa dihindari.
Mengapa identifikasi awal begitu penting?
Identifikasi awal gangguan pendengaran pada anak-anak secara tepat
waktu dan tepat intervensi dapat meminimalkan keterlambatan perkembangan
dan memfasilitasi komunikasi, pendidikan dan pembangunan sosial.
Program skrining pendengaran untuk bayi dan anak-anak bisa
mengidentifikasi gangguan pendengaran di usia sangat muda. Untuk
anak-anak dengan gangguan pendengaran bawaan, kondisi ini dapat
dideteksi pada hari pertama setelah lahir.
Penelitian menunjukkan
bahwa anak-anak yang lahir tuli atau memperoleh gangguan pendengaran
pada saat awal kehidupan harus segera menerima intervensi yang tepat
untuk membantu perkembangan bahasa pada saat mereka mencapai usia lima
tahun.
Bagi anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran di atas
usia lima tahun, skrining pra sekolah dan saat sekolah dapat secara
efektif mengidentifikasi gangguan pendengaran segera setelah onset,
dengan demikian dapat membatasi dampak yang merugikan.
Studi Kasus:
Ibu Charlie, Lindsey, belum pernah mengetahui tentang infeksi
cytomegalovirus (CMV) selama masa kehamilannya. Segera setelah Charlie
lahir, Charlie gagal dalam tes pendengaran dan telah dikonfirmasi bahwa
dia tuli telinga sebelah kiri. Ketika Charlie beranjak usia 3 tahun,
pendengaran pada telinga kanannya juga terganggu. Infeksi CMV yang
diderita Lindsey selama masa kehamilannya dinyatakan sebagai
penyebabnya. Sekarang Charlie tumbuh sebagai seorang gadis yang cerdas
yang pergi ke sekolah dan dapat mengikuti dengan baik, dengan bangga
menggunakan alat bantu dengarnya yang berwarna pink berkilauan.
Infeksi CMV merupakan penyebab yang penting, namun korelasi dengan
gangguan pendengaran masih belum diketahui. The United States Centers
for Disease Control and Prevention memperkirakan bahwa 1 dari 150 anak
lahir dengan infeksi CMV dan 1 dari 5 orang yang terinfeksi akan
berkembang menjadi masalah yang permanen, seperti gangguan pendengaran
atau perkembangan yang buruk. CMV disebarkan melalui kontak dengan
cairan tubuh (air liur dan air seni) dari orang yang terinfeksi. Hal
ini dapat dihindari melalui konseling bagi wanita hamil mengenai sumber
infeksi dan kebersihan, seperti mencuci tangan secara teratur,
menghindari berbagi makanan, menghindari kontak dengan air liur saat
berciuman dengan anak dan membersihkan permukaan yang bersentuhan air
liur atau air seni.
Apa strategi untuk pencegahan dan perawatan?
Tindakan diperlukan untuk mengurangi gangguan pendengaran dan
meningkatkan hasil bagi anak-anak dengan gangguan pendengaran.
Pemerintah, lembaga kesehatan masyarakat, organisasi pelayanan sosial,
lembaga pendidikan dan kelompok masyarakat sipil semua perlu
berkolaborasi dalam usaha ini.
Demi mencapai hasil yang diinginkan, hal yang dibutuhkan :
1. Memperkuat :
a. Program imunisasi: untuk mencegah infeksi yang menyebabkan gangguan
pendengaran bawaan, seperti rubella, meningitis, gondok dan campak.
Lebih dari 19% dari anak-anak berpotensi terhindar dari gangguan
pendengaran melalui imunisasi terhadap rubella dan meningitis.
TINDAKAN: Cantumkan vaksin ini dalam program imunisasi nasional dan pastikan cakupannya luas.
b. Program kesehatan ibu dan anak untuk mencegah prematuritas, berat
badan bayi lahir rendah, lahir asfiksia, penyakit kuning dan infeksi
cytomegalovirus.
TINDAKAN: Meningkatkan kesehatan ibu dan anak
Nutrisi yang baik
Kesadaran tentang praktek kebersihan
Penyuluhan tentang kelahiran yang aman
Penanganan yang tepat untuk infeksi neonatal dan penyakit kuning
c. Organisasi penderita gangguan pendengaran, kelompok dukungan orang tua dan keluarga
TINDAKAN: Mendorong terbentuknya kelompok dukungan untuk penderita gangguan pendengaran dan keluarganya.
2. Pelaksanaan :
a. Skrining pendengaran bayi baru lahir dan bayi memulai intervensi
yang tepat untuk mengidentifikasi dan habilitasi anak-anak dengan bawaan
atau onset awal-gangguan pendengaran onset. Program skrining
pendengaran bayi baru lahir harus diikuti dengan pendekatan yang
berpusat pada keluarga.
TINDAKAN: MasuKkan program intervensi awal, yang berfokus pada:
intervensi yang tepat, idealnya dimulai sebelum usia enam bulan
dukungan keluarga, termasuk bimbingan dan konseling dari orang tua
rehabilitasi pendengaran melalui alat bantu dengar dan implant koklea
terapi yang cocok dan komunikasi pilihan
b. Skrining pendengaran berbasis sekolah dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, merujuk dan mengelola penyakit telinga yang umum dan
gangguan pendengaran.
TINDAKAN: Mengintegrasikan skrining
pendengaran ke dalam program kesehatan sekolah dan mengembangkan
penyediaan pelayanan yang sesuai: medis, bedah dan rehabilitasi.
Studi Kasus :
Bahasa isyarat telah memiliki penting dampak positif pada kehidupan
Patrick, seorang pemuda dari daerah terpencil Uganda. Lahir tuli dan
tidak tersedia sekolah untuk anak-anak tuna rungu di daerahnya, ia
menghabiskan sebagian besar waktunya tanpa pengetahuan bahasa isyarat
dan tanpa komunikasi. Kebanyakan hari Patrick dihabiskan sendirian di
gubuknya, terisolasi dari dunia. Uganda National Association of the
Deaf, sebuah nirlaba yang didedikasikan untuk memberdayakan individu
dengan gangguan pendengaran, diselenggarakan untuk Patrick untuk
mengadakan kelas bahasa isyarat pertama ketika ia berusia 15 tahun.
Kelas-kelas ini mengubah hidup Patrick. Dia masih mengambil kelas sampai
hari ini dan memiliki harapan untuk mengajar orang-orang tuli lain di
masa depan. Pengalaman Patrick yang dilaporkan melalui film dokumenter
disebut "15 dan belajar untuk berbicara".
3. Melatih :
a.
Dokter layanan primer dan petugas kesehatan tentang relevansi penyakit
telinga dan kebutuhan untuk intervensi awal gangguan pendengaran dan
pilihan pengobatannya. Ini akan memungkinkan penyediaan layanan yang
dapat diakses dan memfasilitasi rujukan untuk manajemen mereka. WHO
mendokumentasikan tentang sumber daya pelatihan peduli telinga dan
pendengaran, satu set empat pelatihan manual, dan rehabilitasi berbasis
masyarakat: penyuluhan perawatan telinga dan pendengaran melalui CBR
adalah sumber daya yang berguna untuk ini.
TINDAKAN: Membangun program pelatihan perawatan telinga dan pendengaran untuk penyedia layanan kesehatan tingkat SD.
b. Otologis, profesional audiologi, profesional medis lainnya (seperti
perawat), terapis dan guru untuk memberikan pelayanan dan perawatan yang
diperlukan. Ini adalah sebuah langkah penting untuk mengatasi masalah
telinga dan pendengaran.
TINDAKAN: Mengatur program pelatihan
professional untuk mengembangkan sumber daya manusia di bidang kesehatan
pendengaran dan pendidikan untuk orang-orang dengan gangguan
pendengaran.
Studi Kasus :
Ngoc lahir di Viet Nam, dan
segera setelah ia lahir keluarganya memperhatikan bahwa dia tidak
menanggapi suara sekelilingnya. Ketika Ngoc berusia 15 bulan, orang
tuanya membawanya ke dokter untuk tes pendengaran di mana dikonfirmasi
bahwa dia memiliki gangguan pendengaran yang parah. Keluarga Ngoc merasa
terpuruk karena mereka tidak tahu bagaimana menangani tantangan ini.
Dokter menyarankan alat bantu dengar untuk Ngoc dan mengikuti program
pendidikan untuk anak-anak yang tuli dan sulit mendengar untuk
mendapatkan tambahan informasi. Sebuah organisasi non-profit yang
bekerja di Viet Nam membantu Ngoc mencari sepasang alat bantu dengar
yang sesuai ketika dia berusia 17 bulan. Setelah menggunakan alat bantu
dengar, Ngoc segera menanggapi suara di sekelilingnya. Dia kemudian
mendaftarkan diri ke dalam program intervensi awal di mana dia membuat
kemajuan besar, dan belajar untuk mendengar dan berbicara.
4. Kemudahan akses :
a. Alat bantu dengar : kemajuan di bidang alat bantu dengar dan implan
koklea telah ditingkatkan dengan banyaknya pilihan yang tersedia untuk
orang dengan gangguan pendengaran. Sayangnya, hanya sebagian kecil dari
mereka yang membutuhkan perangkat ini dapat mengaksesnya, karena
kurangnya ketersediaan dan biaya tinggi.
TINDAKAN: Mengembangkan
inisiatif berkelanjutan untuk harga dan pemeliharaan alat bantu yang
terjangkau, juga dapat memberikan dukungan berkelanjutan bagi mereka
yang menggunakan perangkat ini.
b. Komunikasi : pengenalan awal
bahasa sangat bermanfaat bagi anak tunarungu. Hal ini merupakan salah
satu bentuk rehabilitasi berupa komunikasi verbal, seperti terapi
pendengaran-verbal dan pendengaran-lisan. Pembuat kebijakan juga harus
mempromosikan komunikasi alternatif termasuk bahasa tubuh, komunikasi
total, bilingual / bikultural (bi-bi), bahasa isyarat dan pendekatan
membaca bibir. Gunakan putaran dan sistem FM di ruang kelas dan
tempat-tempat umum serta penyediaan caption pada media audio visual
penting untuk meningkatkan aksesibilitas komunikasi untuk orang dengan
gangguan pendengaran.
TINDAKAN: Menjamin akses komunikasi melalui
semua media tersedia, dalam konsultasi dengan para pemegang
kepentingan, termasuk orang-orang dengan gangguan pendengaran.
5. Pengaturan dan pemantauan :
a. Penggunaan obat ototoksik untuk meminimalkan bahaya yang ditimbulkan
oleh penggunaan sembarangan. Ketika penggunaan tidak dapat dihindarkan,
pemantauan audiologi membantu mengidentifikasi gangguan pendengaran
pada tahap awal.
TINDAKAN: Mengembangkan dan melaksanakan
legislasi untuk melarang penggunaan obat ototoksik; dan penyedia layanan
kesehatan sigap tentang konservasi pendengaran saat diperlukan.
b. Mengembangkan dan menerapkan undang-undang untuk membatasi penjualan
dan penggunaan obat ototoksik; dan penyedia layanan kesehatan sigap
tentang masalah yang dapat timbul dengan pemaikaian obat tersebut.
TINDAKAN: Mengembangkan dan menerapkan peraturan mengenai lingkungan
kebisingan, termasuk di tempat-tempat rekreasi; menerapkan standard
untuk mendengarkan perangkat audio pribadi secara aman.
Studi Kasus :
Satu malam saat Paolo (nama samaran) sedang tidur di lengan ibunya,
suaminya mengambil sebuah lonceng kuningan dan menggelengkannya terus
menerus. Paolo tidak bergerak. Saat itulah mereka tahu ada sesuatu yang
ganjil. Minggu depannya spesialis di rumah sakit anak-anak mendiagnosis
Paolo gangguan pendengaran bilateral berat-hingga-sangat berat. Paolo
terdaftar di program di mana ia belajar untuk mendengarkan dan
berbicara. Ia untuk pertama kalinya menerima sepasang alat bantu dengar;
dan mulai berjalan: semua pada saat ia 10 bulan. Anak kecil yang sangat
penasaran ini senang mendengarkan dan menghabiskan waktu berjam-jam
dengan kakaknya, mewarnai dan bercakap-cakap. Paolo dimasukkan ke
sekolah dan lulus sebagai siswa teladan. Dia sekarang di tahun ketiga di
jurusan teknik mesin. Paolo menjadi sebuah inspirasi bagi semua orang
yang mengenal dia dan dia dengan bangga mengatakan bahwa ia akan terus
mengatasi tantangan di hadapannya.
6. Meningkatkan kewaspadaan publik :
a. Mengenai perawatan telinga yang sehat yang dapat mengurangi infeksi
telinga. Sebagai contoh, menghindari masuknya substansi apapun ke dalam
telinga dapat mengurangi masalah telinga. Memastikan bahwa anak dengan
sakit telinga dihindarkan dari penggunakan obat rumahan dan ditangani
oleh praktisi medis dapat mencegah infeksi telinga yang parah dan
gangguan pendengaran.
TINDAKAN: Menerapkan program kewaspadaan untuk mempromosikan perawatan telinga dan pendengaran dalam komunitas.
b. Mengenai bahaya dari suara keras dengan mendidik anak di masa
kanak-kanak mengenai risiko yang diakibatkan oleh level suara yang
merusak dari peralatan audio pribadi seperti smartphone dan tempat
hiburan yang berisik termasuk acara olahraga. Ini dapat membantu
mengubah pola perilaku dan mempromosikan mendengar yang aman, yang dapat
mencegah berkembangnya gangguan pendengaran yang disebabkan oleh
kebisingan dalam masa kanak-kanak dan dewasa.
TINDAKAN: Membangun
dan menerapkan program kewaspadaan yang menargetkan anak muda dengan
tujuan mempromosikan kebiasaan mendengar yang aman.
c. Untuk
mengurangi stigma mengenai gangguan pendengaran dalam komunitas.
Menekankan dan berbagi cerita dari orang sukses dengan gangguan
pendengaran dapat secara efektif mengurangi stigma tentang gangguan
pendengaran, alat pendengaran dan metode komunikasi alternatif.
TINDAKAN: Menggunakan contoh model untuk meningkatkan kewaspadaan mengenai pencegahan dan perawatan gangguan pendengaran.
Studi Kasus :
Janice (nama samaran) gagal pada skrining awal pendengarannya saat
lahir di Amerika Serikat dan didiagnosis dengan gangguan pendengaran
bilateral yang berat. Dia segera dipasangkan alat bantu dengar. Namun,
alat bantu dengarnya tidak menguntungkan dirinya, kemudia Janice
menerima implan koklea ketika dia berusia 1 tahun. Setelah menerima
terapi sejak usia delapan bulan, percakapan terbaru Janice dan evaluasi
bahasa mengungkapkan bahasa dan keterampilan berbicaranya agak tertunda
dibandingkan dengan anak-anak dengan pendengaran normal. Dia sekarang
mengikuti prasekolah dan terus menerima pelajaran terapi berbicara untuk
meningkatkan keterampilan artikulasinya. Selanjutnya, Janice akan
bergabung dengan anak-anak lainnya di TK.
Dalam pelaksanaan
hal-hal di atas, perencanaan strategi dapat membantu mengurangi gangguan
pendengaran dan menghilangkan dampak yang merugikan bagi penderita.
Sejalan dengan prinsip Convention on the Rights of People with
Disabilities, meningkatkan pendengaran dan akses untuk berkomunikasi
dapat memfasilitasi edukasi dan pemberian lapangan pekerjaan dan
mendorong penyertaan sosial dan psikologis yang sehat bagi para
penderita gangguan pendengaran. Banyak negara yang sudah memulai
strategi yang sejalan dengan konvensi dan telah menerapkan model unruk
pencegahan, identifikasi, dan intervensi.
Kini, penyebab dari
gangguan pendengaran sudah diketahui dan strategi pencegahan sudah
teridentifikasi; teknologi sudah tersedia untuk mendeteksi gangguan
pendengaran dini; dan teknik intervensi diterapkan dengan baik. Ribuan
anak dengan gangguan pendengaran mendapatkan komunikasi dan kemampuan
lainnya yang dibutuhkan untuk menjalani hidup, dan mempunyai
kesempatan-kesempatan yang sama dengan anak yang dapat mendengar secara
normal. Di sisi lain, jutaan anak masih menghadapi konsekuensi yang
tidak diharapkan dari gangguan pendengaran.
Diterjemahkan oleh : Irene Carolin – 1115054 – FK Maranatha
Sumber : brosur HWD 3 Maret 2016