Selasa, 22 Maret 2016

PENERBANGAN YANG MENDEBARKAN KE KABUPATEN TELUK BINTUNI, 14 MARET 2016

Banyak orang mengatakan bahwa penerbangan ke daerah pedalaman Papua sering terganggu cuaca yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Hal itu kami alami sewaktu memenuhi undangan Direktur RSUD Steel Kool di Bintuni (ibukota Kabupaten Teluk Bintuni), untuk melakukan pelayanan spesialistik bidang penyakit Kulit dan Telinga, Hidung, Tenggorok.
Jadwal keberangkatan dengan pesawat baling-baling berpenumpang 12 orang milik salah satu maskapai  yang seharusnya jam 07.00 sempat tertunda  30 menit karena alasan cuaca yang mendung. Tetapi ketika  diumumkan bahwa penumpang segera naik pesawat, hati kami  gembira karena itu berarti bahwa penerbangan  dari bandara Domine Eduard Osok - Sorong dengan tujuan  bandara Steen Kool - Bintuni sudah pasti oke.

SAYA MEMBAGIKAN EAR PLUG UNTUK CEGAH KEBISINGAN
Saya bersama istri - yang juga diundang untuk melakukan pelayanan spesialistik penyakit kulit dan kelamin- bergegas naik ke pesawat. Tepat, ketika saya menginjak kaki di tangga pesawat, kawat besi tebal yang mengikat tangga pesawat tiba-tiba putus. Aduh.. pertanda apa ini? Tetapi setelah diperbaiki oleh kru pesawat yang orang asing itu, tangga pesawat dalam kondisi baik kembali dan siap dinaiki.
Saya dan istri duduk berdampingan di deretan kursi kedua dari depan. Penumpang pesawat tidak diberi nomor kursi sehingga masing-masing penumpang boleh duduk di mana mereka suka. Di samping kiri saya ada penumpang lain, tetapi kami dibatasi oleh lorong.
Sebelum pesawat dihidupkan, saya - sebagai sebagai dokter THT yang mengetahui dampak bising bagi pendengaran - membagikan Ear Plug (sumbat telinga) kepada penumpang lain agar dapat digunakan. Sebelumnya, saya memberitahukan kepada mereka bahwa mesin pesawat ini sangat bising sehingga perlu menggunakan sumbat telinga untuk mengurangi suara bising agar telinga terhindar dari ancaman ketulian. Pada penerbangan sebelumnya di tahun 2014, kami pernah melakukan uji bising pesawat ini dan menemukan bahwa tingkat kebisingan mesin pesawat ini berkisar 98,3 - 98,2 desibel. Bila tanpa sumbat telinga, penumpang hanya boleh berada di atas pesawat ini paling lama 30  menit. Padahal lama penerbangan ke Bintuni adalah 1 jam 5 menit. Sehingga bila tidak menggunakan sumbat telinga maka penumpang terpapar bising terlalu lama sehingga menghadapi ancaman ketulian di kemudian hari. Bila menggunakan Ear Plug (sumbat telinga) maka ada reduksi suara bising sekitar 25-27 desibel.
Sebagai penggiat dibidang Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT), saya pernah mencanangkan program NATURAL (Noise Awareness on Travelling in Rural Area), yakni program kewaspadaan bahaya bising di daerah pedalaman Papua, sehingga dalam setiap kesempatan saya sering memberi edukasi kepada masyarakat tentang bahaya bising yang bisa menimbulkan ancaman ketulian, bahkan membagikan Ear Plug (sumbat telinga) sebagai Alat Proteksi Pendengaran (APP) dalam penerbangan ke daerah rural.

TIBA-TIBA AWAN TEBAL MENGHALANGI PENERBANGAN
Waktu tempuh perjalanan baru berkisar 25 menit, ketika tiba-tiba awan tebal menghalangi pandangan mata. Kami tahu persis karena kami dapat melihat langsung ke depan - tidak ada sekat penutup antara ruang pilot/co-pilot dan ruang penumpang. Keadaan ini membuat jantung berdebar, ditambah lagi goyangan pesawat yang tidak biasanya. Istri saya menggenggam tangan saya dengan erat. Penumpang lain juga diliputi rasa takut. Kami melihat sang pilot dibantu co-pilot berusaha mengubah arah supaya bisa keluar dari kepungan awan tebal yang menghalangi pandangan mata. Kami hanya bisa berdoa, semoga Tuhan menolong kami keluar dari awan tebal sehingga kami dapat dapat melanjutkan penerbangan dan tiba dengan selamat, karena pasti pasien-pasien kami sudah menunggu kami untuk mendapatkan pelayanan.
Sekitar 10 menit kemudian, kami mulai melihat samar-samar hamparan pulau berhutan lebat dengan garis-garis tanda sungai yang kerkelok-kelok menuju ke laut di sebelah kanan. Puji Tuhan, kami sudah keluar dari kepungan awan tebal. Itu berarti bahwa penerbangan dapat dilanjutkan.
Sisa waktu tempuh perjalanan selama 30 menit berikutnya dapat dinikmati dengan tenang, sebagian penumpang tertidur pulas dan kami asyik mengambil foto-foto alam Papua yang indah dari udara.
Tepat jam 08.35, pesawat kami mendarat dengan mulus di bandara Steen Kool-Bintuni. Puji Tuhan

DI BANDARA STEEN KOOL-BINTUNI, KABUPATEN TELUK BINTUNI

PROGRAM NOISE AWARENESS ON TRAVELLING IN RURAL AREA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar