DETEKSI DINI TULI PADA BAYI
Apa Yang Dapat Dilakukan Oleh Orang Tua, Tenaga Kesehatan dan Pemerintah
Apa Yang Dapat Dilakukan Oleh Orang Tua, Tenaga Kesehatan dan Pemerintah
Dr.
TITUS TABA, SpTHT-KL
Ketua
Komda Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian Propinsi Papua Barat
Dalam
memperingati Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran Nasional yang jatuh pada
tanggal 3 Maret, maka Komite Daerah Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan
Ketulian (Komda PGPKT) Sorong - bekerjasama dengan IDI Cabang Sorong, BPJS
Sorong dan didukung Komite Nasional PGPKT dan Komda PGPKT Surabaya, Jakarta
Selatan, Bandung - melaksanakan Simposium dan Pelatihan Deteksi Dini Gangguan
Pendengaran Dan Ketulian Pada Bayi Baru Lahir bagi dokter umum, bidan dan
perawat se-Sorong Raya, di Aula Klasis GKI Sorong pada tanggal 25 Februari 2016
yang lalu.
Maksud
dari Simposium dan Pelatihan Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Dan Ketulian Pada
Bayi Baru Lahir tesebut adalah menyiapkan para dokter, bidan dan perawat untuk
dapat melaksanakan deteksi dini gangguan pendengaran atau ketulian pada bayi
baru lahir agar bayi yang mengalami gangguan pendengaran dan ketulian tidak terlambat
penanganannya.
Bayi yang beresiko mengalami
gangguan pendengaran atau ketulian sejak lahir, harus menerima tes skrining
pendengaran dini, segera setelah lahir. Hal ini penting untuk mengetahui apakah
bayi mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sehingga penanganan dini
dapat dilakukan, dan diharapkan bayi tumbuh optimal, karena masalah pendengaran
dapat menunda perkembangan suara, bicara, dan kemampuan bahasa bayi.
Mendengar juga memungkinkan bayi untuk
belajar bahasa dan merangsang perkembangan otaknya. Karena hal itu menjadi
begitu penting untuk mengenal dan mengatasi masalah pendengaran sedini mungkin.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
Gangguan
pendengaran atau
tuli sejak lahir akan menyebabkan gangguan perkembangan bicara, bahasa, dan
pengenalan terhadap bunyi. Bila gangguan pendengaran terlambat diketahui maka kendala
yang dihadapi akan lebih besar, di
kemudian hari akan terjadi gangguan komunikasi dengan segala dampaknya dan
hasil akhir adalah sumber daya manusia yang tidak berkualitas.
Diagnosis
dini gangguan pendengaran atau tuli
pada bayi sangat sulit karena bayi tampak normal sehingga
seringkali terlambat diketahui. Ketika
orangtua
mulai bingung karena anaknya yang berumur
lebih dari
2,5 tahun belum bisa bicara seperti anak lain, baru anak dibawa ke dokter dan diketahui bahwa anak mengalami gangguan
dengar atau tuli sejak lahir.
Pada
anak yang menderita tuli berat pada kedua
telinga
ternyata hanya 49% orangtuanya
yang mencurigai terdapatnya gangguan pendengaran, sedangkan anak yang mengalami gangguan
pendengaran ringan sampai sedang atau gangguan
pendengaran pada satu telinga hanya 29% orangtua yang mencurigai
terdapat gangguan
pendengaran pada anaknya.
Dari
segi ekonomi gangguan pendengaran dan ketulian juga menyebabkan biaya yang akan dikeluarkan oleh keluarga,
masyarakat, dan pemerintah menjadi lebih
besar. Seorang pasien yang mengalami tuli derajat berat dan sangat berat
diperkirakan harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar 297.000 USD selama
hidupnya, sebagian besar pembiayaan adalah akibat produktivitas yang kurang dan
untuk menyediakan fasilitas pendidikan khusus. Laporan Menteri Kesehatan
Australia pada tahun 1999 menyebutkan
bahwa selama 4 tahun terakhir Australia telah mengalokasikan dana $
12,000,000.00 pertahun untuk menyediakan fasilitas pelayanan habilitasi bagi
40.000 warganya yang berusia di bawah 21 tahun dan menderita gangguan
pendengaran. Di Inggris biaya yang dikeluarkan bagi seluruh jumlah anak yang
mengalami gangguan pendengaran (840 anak) rata-rata adalah £ 8 303 988
pertahun.
Dampak
gangguan pendengaran dapat dicegah atau dibatasi bila gangguan pendengaran
dikenali sejak awal melalui program deteksi dini. Rangsang pendengaran
penting pada masa 6 bulan pertama
kehidupan berguna untuk kematangan pusat pendengaran dan bicara di otak,
menjamin perkembangan berbicara dan berbahasa yang optimal. Gangguan
pendengaran yang terdeteksi dini segera setelah lahir, dan mendapat pemulihan/perbaikan
memadai sebelum umur 6 bulan, maka penderita mampu berkomunikasi yang optimal
dan berinteraksi dengan lingkungannya dan
ikut serta dalam fasilitas pendidikan umum yang normal. Kemampuan bicaranya
bisa sama dengan yang normal dan ternyata juga menunjukkan tampilan yang lebih
baik selama masa pendidikannya maupun produktivitasnya di lingkungan kerja
dibandingkan pasien yang terdeteksi lambat dan memperoleh intervensi pada usia
lebih dari 6 bulan.
Mengingat
terdapat 5000 anak lahir tuli di Indonesia setiap
tahunnya, yang
berdampak
pada
perkembangan dan masa depan anak, serta manfaat melakukan pemulihan/perbaikan
sedini mungkin, sangat penting untuk melakukan skrining gangguan pendengaran dini sebagai salah satu uji
pada bayi baru lahir yang dilakukan oleh penolong persalinan.
Keterbatasan sarana untuk deteksi dini menggunakan
alat OAE di Sorong khususnya dan di Propinsi Papua Barat umumnya, menuntut kita
untuk melakukan cara-cara pemeriksaan pendengaran bayi secara sederhana. Cara
pemeriksaan sederhana ini bisa dilakukan oleh penolong persalinan bahkan dapat
juga dilakukan oleh orang tua di rumah, dan bila ada kecurigaan bayi mengalami
gangguan pendengaran atau tuli, segera merujuk ke Rumah Sakit yang memiliki
fasilitas pemeriksaan OAE. Bila pemeriksaan OAE menunjukkan kecurigaan, lalu si
bayi akan dirujuk lagi ke fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas BOA, BERA/ASSR.
Sampai saat ini, ada 2 rumah sakit di Sorong yang
mempunyai fasilitas pemeriksaan OAE. Sayangnya, fasilitas BERA/ASSR belum
dimiliki baik di Sorong maupun di Propinsi Papua Barat sehingga telah diusulkan
kepada Pemerintah Propinsi Papua Barat - dalam hal ini Dinas Kesehatan Propinsi
Papua Barat – untuk melengkapi sarana BERA/ASSR, guna menunjang diagnose dan
penanganan Gangguan Pendengaran atau Ketulian pada bayi.
PERKEMBANGAN FUNGSI PENDENGARAN DAN KEMAMPUAN BERBICARA
Seuai dengan usia anak, perkembangan fungsi pendengaran
sebagai berikut :
- Usia 0-4 bulan : kemampuan respons
pendengaran masih terbatas dan bersifat refleks. Dapat dinyatakan bayi keget
mendengar suara keras atau terbangun ketika sedang tidur. Respons berupa
refleks auropalpebral maupun refleks Moro.
- Usia 4-7 bulan : respons memutar
kepala kearah bunyi yang terletak dibidang horizontal, walaupun belum
konsisten. Pada usia 7 bulan otot leher cukup kuat sehingga kepala dapat
diputar dengan cepat kearah sumber suara.
- Usia 7-9 bulan : dapat mengidentifikasi dengan tepat asal
sumber bunyi dan bayi dapat memutar kepalanya dengan tegas dan cepat.
- Usia 9-13 bulan : bayi sudah mempunyai keinginan yang besar
untuk mencari sumber bunyi dari segala arah dengan cepat.
- Usia 2 tahun : pemerika harus lebih
teliti karena anak tidak akan memberi reaksi setelah beberapa kali mendapat
stimulus yang sama. Hal ini disebabkan karena anak sudah mampu pemperkirakn
sumber suara.
Perkembangan bicara erat kaitannya dengan tahap perkembangan
mendengar pada bayi, sehingga adanya gangguan pendengaran perlu dicurigai
apabila :
Usia 12 bulan : belum dapat mengoceh (babbling) atau meniru
bunyi
Usia 18 bulan : tidak dapat menyebut 1 kata yang mempunyai
arti
Usia 24 bulan : perbendaharaan kata kurang dari 10 kata
Usia 30 bulan : belum dapat merangkai 2 kata
Untuk
mengetahui adanya gangguan pendengaran maka diagnosis dini perlu dilakukan.
CARA
SEDERHANA PEMERIKSAAN PENDENGARAN BAYI
Yaitu dengan memberikan bunyi-bunyian pada
jarak 1 m di belakang anak :
1.
Bunyi pss – pss untuk mengambarkan
suara frekwensi tinggi
2.
Bunyi uh – uh untuk mengambarkan
frekwensi rendah
3.
Suara menggesek dengan sendok pada
tepi cangkir (frekwensi 4 KHz)
4.
Suara mengetuk dasar cangkir dengan
sendok (frekwensi 900 KHz)
5.
Suara meremas kertas (frekwensi 6000
KHz)
6.
Suara bel (frekwensi 2000 KHz)
PEMANTAUAN PENDENGARAN BAYI YANG
BERESIKO
Bayi dengan indikasi berikut
sebaiknya dilakukan pemantauan pendengaran setiap enam bulan hingga ia berusia
3 tahun:
·
Riwayat keluarga dengan tuli sejak
lahir.
·
Infeksi TORCH (Toksoplasma, Rubela,
Cytomegalovirus, Herpes).
·
Kelainan anatomi di kepala dan
leher.
·
Berat badan lahir rendah (kurang
dari 1,5 kg).
·
Asfiksia berat (lahir tidak
menangis).
·
Bayi menderita radang selaput otak karena
bakteri.
·
Bayi menggunakan alat bantu napas
lebih dari lima hari.
·
Trauma (cedera) kepala.
KESIMPULAN
1.
Deteksi Dini
Gangguan Pendengaran dan ketulian pada bayi sangat penting. Bayi yang beresiko mengalami
gangguan pendengaran atau ketulian sejak lahir, harus menerima tes skrining
pendengaran dini, segera setelah lahir. Hal ini penting untuk mengetahui apakah
bayi mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sehingga penanganan dini
dapat dilakukan, dan diharapkan bayi tumbuh optimal, karena masalah pendengaran
dapat menunda perkembangan suara, bicara, dan kemampuan bahasa bayi
2.
Keterbatasan
fasilitas deteksi dini gangguan pendengaran dan ketulian pada bayi, menuntut
para penolong persalinan bahkan orang tua melakukan pemeriksaan sederhana
pendengaran bayi.
3.
Penolong
persalinan dan orang tua bayi perlu mengetahui perkembangan fungsi pendengaran dan
kemampuan berbicara bayi menurut tingkatan usia bayi
4.
Perlu
dukungan Pemerintah Daerah untuk menyediakan sarana deteksi gangguan pendengaran dan ketulian pada bayi
seperti alat OAE, BOA dan BERA/ASSR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar