Jumat, 04 Maret 2016

DETEKSI DINI TULI PADA BAYI. Peringatan Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran 3 Maret 2016



DETEKSI  DINI TULI PADA BAYI 
Apa Yang Dapat Dilakukan Oleh Orang Tua, Tenaga Kesehatan dan Pemerintah
 
Dr. TITUS TABA, SpTHT-KL 

Ketua Komda Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian Propinsi Papua Barat




PENDAHULUAN
Dalam memperingati Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran Nasional yang jatuh pada tanggal 3 Maret, maka Komite Daerah Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komda PGPKT) Sorong - bekerjasama dengan IDI Cabang Sorong, BPJS Sorong dan didukung Komite Nasional PGPKT dan Komda PGPKT Surabaya, Jakarta Selatan, Bandung - melaksanakan Simposium dan Pelatihan Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Dan Ketulian Pada Bayi Baru Lahir bagi dokter umum, bidan dan perawat se-Sorong Raya, di Aula Klasis GKI Sorong pada tanggal 25 Februari 2016 yang lalu.
Maksud dari Simposium dan Pelatihan Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Dan Ketulian Pada Bayi Baru Lahir tesebut adalah menyiapkan para dokter, bidan dan perawat untuk dapat melaksanakan deteksi dini gangguan pendengaran atau ketulian pada bayi baru lahir agar bayi yang mengalami gangguan pendengaran dan ketulian tidak terlambat penanganannya.
Bayi yang beresiko mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sejak lahir, harus menerima tes skrining pendengaran dini, segera setelah lahir. Hal ini penting untuk mengetahui apakah bayi mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sehingga penanganan dini dapat dilakukan, dan diharapkan  bayi  tumbuh optimal, karena masalah pendengaran dapat menunda perkembangan suara, bicara, dan kemampuan bahasa bayi. Mendengar juga memungkinkan bayi untuk belajar bahasa dan merangsang perkembangan otaknya. Karena hal itu menjadi begitu penting untuk mengenal dan mengatasi masalah pendengaran sedini mungkin.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
Gangguan pendengaran atau tuli sejak lahir akan menyebabkan gangguan perkembangan bicara, bahasa, dan pengenalan terhadap bunyi. Bila gangguan pendengaran terlambat diketahui maka kendala yang dihadapi akan  lebih besar, di kemudian hari akan terjadi gangguan komunikasi dengan segala dampaknya dan hasil akhir adalah sumber daya manusia  yang tidak berkualitas.
Diagnosis dini gangguan pendengaran atau tuli pada bayi sangat sulit karena bayi tampak normal sehingga seringkali terlambat diketahui. Ketika orangtua mulai bingung karena anaknya yang berumur lebih dari 2,5 tahun belum bisa bicara seperti anak lain, baru anak dibawa ke dokter dan diketahui bahwa anak mengalami gangguan dengar atau tuli sejak lahir.
Pada anak yang menderita tuli berat pada kedua telinga ternyata hanya 49% orangtuanya yang mencurigai terdapatnya gangguan pendengaran, sedangkan anak yang mengalami gangguan pendengaran ringan sampai sedang atau gangguan pendengaran pada satu telinga hanya 29% orangtua yang mencurigai terdapat gangguan pendengaran pada anaknya.
Dari segi ekonomi gangguan pendengaran dan ketulian juga menyebabkan  biaya yang akan dikeluarkan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah  menjadi lebih besar. Seorang pasien yang mengalami tuli derajat berat dan sangat berat diperkirakan harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar 297.000 USD selama hidupnya, sebagian besar pembiayaan adalah akibat produktivitas yang kurang dan untuk menyediakan fasilitas pendidikan khusus. Laporan Menteri Kesehatan Australia pada tahun  1999 menyebutkan bahwa selama 4 tahun terakhir Australia telah mengalokasikan dana $ 12,000,000.00 pertahun untuk menyediakan fasilitas pelayanan habilitasi bagi 40.000 warganya yang berusia di bawah 21 tahun dan menderita gangguan pendengaran. Di Inggris biaya yang dikeluarkan bagi seluruh jumlah anak yang mengalami gangguan pendengaran (840 anak) rata-rata adalah £ 8 303 988 pertahun.
Dampak gangguan pendengaran dapat dicegah atau dibatasi bila gangguan pendengaran dikenali sejak awal melalui program deteksi dini. Rangsang pendengaran penting pada masa 6 bulan  pertama kehidupan berguna untuk kematangan pusat pendengaran dan bicara di otak, menjamin perkembangan berbicara dan berbahasa yang optimal. Gangguan pendengaran yang terdeteksi dini segera setelah lahir, dan mendapat pemulihan/perbaikan memadai sebelum umur 6 bulan, maka penderita mampu berkomunikasi yang optimal dan berinteraksi dengan lingkungannya dan  ikut serta dalam fasilitas pendidikan umum yang normal. Kemampuan bicaranya bisa sama dengan yang normal dan ternyata juga menunjukkan tampilan yang lebih baik selama masa pendidikannya maupun produktivitasnya di lingkungan kerja dibandingkan pasien yang terdeteksi lambat dan memperoleh intervensi pada usia lebih dari 6 bulan.
Mengingat terdapat 5000 anak lahir tuli di Indonesia setiap tahunnya, yang berdampak pada perkembangan dan masa depan anak, serta manfaat melakukan pemulihan/perbaikan sedini mungkin, sangat penting untuk melakukan skrining gangguan pendengaran dini sebagai salah satu uji pada bayi baru lahir yang dilakukan oleh penolong persalinan.
Keterbatasan sarana untuk deteksi dini menggunakan alat OAE di Sorong khususnya dan di Propinsi Papua Barat umumnya, menuntut kita untuk melakukan cara-cara pemeriksaan pendengaran bayi secara sederhana. Cara pemeriksaan sederhana ini bisa dilakukan oleh penolong persalinan bahkan dapat juga dilakukan oleh orang tua di rumah, dan bila ada kecurigaan bayi mengalami gangguan pendengaran atau tuli, segera merujuk ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas pemeriksaan OAE. Bila pemeriksaan OAE menunjukkan kecurigaan, lalu si bayi akan dirujuk lagi ke fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas BOA, BERA/ASSR.
Sampai saat ini, ada 2 rumah sakit di Sorong yang mempunyai fasilitas pemeriksaan OAE. Sayangnya, fasilitas BERA/ASSR belum dimiliki baik di Sorong maupun di Propinsi Papua Barat sehingga telah diusulkan kepada Pemerintah Propinsi Papua Barat - dalam hal ini Dinas Kesehatan Propinsi Papua Barat – untuk melengkapi sarana BERA/ASSR, guna menunjang diagnose dan penanganan Gangguan Pendengaran atau Ketulian pada bayi.

PERKEMBANGAN FUNGSI PENDENGARAN DAN KEMAMPUAN BERBICARA
Seuai dengan usia anak, perkembangan fungsi pendengaran sebagai berikut :
-   Usia 0-4 bulan : kemampuan respons pendengaran masih terbatas dan bersifat refleks. Dapat dinyatakan bayi keget mendengar suara keras atau terbangun ketika sedang tidur. Respons berupa refleks auropalpebral maupun refleks Moro.
-    Usia 4-7 bulan : respons memutar kepala kearah bunyi yang terletak dibidang horizontal, walaupun belum konsisten. Pada usia 7 bulan otot leher cukup kuat sehingga kepala dapat diputar dengan cepat kearah sumber suara.
-   Usia 7-9 bulan : dapat mengidentifikasi dengan tepat asal sumber bunyi dan bayi dapat memutar kepalanya dengan tegas dan cepat.
-   Usia 9-13 bulan : bayi sudah mempunyai keinginan yang besar untuk mencari sumber bunyi dari segala arah dengan cepat.
-    Usia 2 tahun : pemerika harus lebih teliti karena anak tidak akan memberi reaksi setelah beberapa kali mendapat stimulus yang sama. Hal ini disebabkan karena anak sudah mampu pemperkirakn sumber suara.
Perkembangan bicara erat kaitannya dengan tahap perkembangan mendengar pada bayi, sehingga adanya gangguan pendengaran perlu dicurigai apabila :
Usia 12 bulan : belum dapat mengoceh (babbling) atau meniru bunyi
Usia 18 bulan : tidak dapat menyebut 1 kata yang mempunyai arti
Usia 24 bulan : perbendaharaan kata kurang dari 10 kata
Usia 30 bulan : belum dapat merangkai 2 kata
Untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran maka diagnosis dini perlu dilakukan.
CARA SEDERHANA PEMERIKSAAN PENDENGARAN BAYI
 Yaitu dengan memberikan bunyi-bunyian pada jarak 1 m di belakang anak :
1.      Bunyi pss – pss untuk mengambarkan suara frekwensi tinggi
2.      Bunyi uh – uh untuk mengambarkan frekwensi rendah
3.      Suara menggesek dengan sendok pada tepi cangkir (frekwensi 4 KHz)
4.      Suara mengetuk dasar cangkir dengan sendok (frekwensi 900 KHz)
5.      Suara meremas kertas (frekwensi 6000 KHz)
6.      Suara bel (frekwensi 2000 KHz)

PEMANTAUAN PENDENGARAN BAYI YANG BERESIKO

Bayi dengan indikasi berikut sebaiknya dilakukan pemantauan pendengaran setiap enam bulan hingga ia berusia 3 tahun:
·                     Riwayat keluarga dengan tuli sejak lahir.
·                     Infeksi TORCH (Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus, Herpes).
·                     Kelainan anatomi di kepala dan leher.
·                     Berat badan lahir rendah (kurang dari 1,5 kg).
·                     Asfiksia berat (lahir tidak menangis).
·                     Bayi menderita radang selaput otak karena bakteri.
·                     Bayi menggunakan alat bantu napas lebih dari lima hari.
·                     Trauma (cedera) kepala.
KESIMPULAN
1.        Deteksi Dini Gangguan Pendengaran dan ketulian pada bayi sangat penting. Bayi yang beresiko mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sejak lahir, harus menerima tes skrining pendengaran dini, segera setelah lahir. Hal ini penting untuk mengetahui apakah bayi mengalami gangguan pendengaran atau ketulian sehingga penanganan dini dapat dilakukan, dan diharapkan  bayi  tumbuh optimal, karena masalah pendengaran dapat menunda perkembangan suara, bicara, dan kemampuan bahasa bayi
2.        Keterbatasan fasilitas deteksi dini gangguan pendengaran dan ketulian pada bayi, menuntut para penolong persalinan bahkan orang tua melakukan pemeriksaan sederhana pendengaran bayi.
3.        Penolong persalinan dan orang tua bayi perlu mengetahui perkembangan fungsi pendengaran dan kemampuan berbicara bayi menurut tingkatan usia bayi
4.        Perlu dukungan Pemerintah Daerah untuk menyediakan sarana deteksi  gangguan pendengaran dan ketulian pada bayi seperti alat OAE, BOA dan BERA/ASSR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar