Dalam
upaya memberi penyuluhan kesehatan telinga - pendengaran, kesehatan kulit, dan HIV-AIDS, sekaligus mengadakan pengobatan cuma-cuma
kepada masyarakat yang ada di pedalaman Sorong, maka Tim kami mengadakan
kunjungan ke Warbefor.
Tengah
malam itu, udara sangat dingin dengan hujan rintik-rintik ketika kami
memutuskan untuk berangkat ke Makbon dengan menumpang mobil Avanza.
Sebagian rombongan kami sudah mendahului sejak sore hari dengan
menggunakan mobil angkutan. Makbon, sebuah kota kecamatan, dipilih
menjadi tempat transit untuk memualai perjalanan yang jauh dari Sorong
ke Sausapor untuk selanjutnya menuju tujuan akhir di Kampung Warbefor –
Wor yang waktu itu masih wilayah distrik Sausapor.
Kami
bermalam di Makbon karena menurut rencana perjalanan ke Sausapor harus
tepat waktu pada pukul 4 subuh esok harinya. Kami sementara mengaso di
sebuah rumah kosong milik seorang pengusaha lokal, dengan beralaskan
terpal plastik warna oranye. Ada aroma kurang sedap dan debu yang
menyengat hidung. Ternyata rumah itu selama ini digunakan sebagai gudang
untuk menyimpan barang dagangan milik pengusaha itu. Tetapi apa boleh
buat. Dari pada kami harus tidur di alam terbuka, masih lumayan ada yang
mau memberi tumpangan untuk tidur sebentar dan terlindung dari semilir
angin laut yang dingin.
Pagi
hari, bangun lebih awal karena takut terlambat. Ternyata hujan dan
angin kencang mengharuskan kami untuk menunda perjalanan sampai
betul-betul tenang. Jam 10 pagi persiapan dimulai dengan lebih dahulu
membawa barang-barang ke atas kapal kayu Amalohi yang biasa membawa
penumpang dari Makbon ke Sausapor. Setelah itu, penumpang mulai naik ke
atas kapal itu. Ternyata ada banyak penumpang yang akan menggunakan
kapal itu. Mungkin ada seratusan lebih, padahal kapal tersebut hanya
memiliki kapasitas maksimal 70 penumpang. Tapi karena tidak ada
alternatif lain, kami turut berdesakan dengan penumpang lain dan kami
mengambil tempat duduk di atas atap kapal. Perjalanan sangat menyenagkan
karena kami dapat melihat pemandangan luas ke segala penjuru mata angin
dan desiran angin laut yang lembut sehingga membuat mengantuk. Tapi,
ada juga perasaan takut karena muatan kapal melebihi kapasitas maksimal,
berarti sarana keselamatan life jacket pasti terbatas. Saya mengambil kesempatan untuk tidur sebentar demikian juga penumpang lain yang duduk di atas atap kapal.
Penumpang berdesakan sehingga ada yang duduk di atas atap Kapal Amalohi |
Jam
6 pagi kami sudah bersiap lagi. Rombongan pertama yang akan berangkat
adalah Tim Medis karena mengejar waktu agar ketika tiba di Warbefor pada
siang hari, pelayanan kesehatan kepada masyarakat dapat dimulai. Jam 7,
boat mulai bergerak meninggalkan Sausapor. Saya ikut rombongan pertama
dengan menumpang Long Boat berkekuatan 40 PK. Rombongan besar lainnya
akan naik kapal Amalohi – yang terlambat berangkat karena masih mengisi
bahan bakar. Dibutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk sampai di Muara Kwor,
check point pertama sebelum masuk ke pedalaman Warbefor. Cuaca sangat
cerah mengiringi perjalanan kami. Ketika melewati Pulau Dua – pulau yang
sangat terkenal karena terdapat bekas pangkalan udara sekutu pada waktu
PD ke-2- ombak mulai mambuat long boat kami goyang. Tiga orang
penumpang terlindung atap boat, dua orang termasuk saya duduk di tengah
boat tanpa atap penutup dan dua orang di depan. Wajah gembira terpancar
di wajah para penumpang, apalagi percikan air laut membuat wajah mereka
kelihatan tetap segar padahal pagi hari tadi-karena terdesak waktu-
sebagian besar tidak mandi. Beberapa nelayan yang mencari ikan di
sekitar perairan Werbes ( Werur Besar ) melambaikan tangannya kepada
kami. Kami sempat mengabadikan mereka dengan kamera digital, sambil
sesekali saya mengambil foto teman-teman yang ada dalam boat. Di
kejauhan mulai nampak Muara Kwor, tempat check point pertama, dimana
kami menunggu rombongan lainnya untuk secara bersama masuk ke Warbefor.
Bersama masyarakat di Muara Kali Kwor. Sebelum masuk Warbefor |
Jam 8, kami tiba di Muara Kwor. Hanya tampak 2 anak kecil bermain di pantai. Memang jarak perkampungan penduduk dan tepi pantai tempat kami berlabuh cukup jauh. Tak berapa lama, masyarakat mulai berdatangan. Mungkin mereka penasaran tentang siapa dan untuk apa kami datang.