Senin, 26 Mei 2008

DI KAMPUNG CENGKEH ITU, KAMI DISERANG SEORANG OKNUM WARGA

Kadang-kadang keinginan yang baik dan tulus untuk memberi pelayanan kasih berupa pemeriksaan dan pengobatan cuma-cuma bagi warga masyarakat, tidak diterima oleh warga masyarakat yang dikunjungi. Ini pengalaman pahit yang dialami oleh tim kami, Tim Pelayanan Kasih Peduli Papua - sebuah tim pelayanan interdenominasi gereja - sewaktu mengunjungi kelompok warga masyarakat di Kampung Nanas, Kotamadya Sorong.

Tim kami yang datang melayani saat itu berjumlah 15 orang. Kami membawa 3 buah mobil termasuk mobil dinas yang saya kendarai sendiri. Kurang lebih 20 menit kami tiba di lokasi tempat pelayanan. Kampung Nanas berada di pinggiran kota Sorong, hanya saja terletak  di dataran yang lebih rendah, di belakang sebuah bukit sehingga terasa jauh dengan jalan yang menurun dan sebagian jalan masih berupa jalan tanah yang digenangi air  hujan yang turun pagi hari. Sebagian besar masyarakat - mungkin saja - belum pernah ke kota, karena transportasi umum menuju kota belum ada.

Ketika kami tiba untuk memulai pelayanan  sekitar jam 10 pagi, kami menangkap kesan bahwa warga masyarakat belum siap menerima pelayanan kesehatan. Kemungkinan besar, warga masyarakat belum tahu maksud kedatangan kami untuk memberi pelayanan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan secara cuma-cuma. Terbukti,  aparat kampung baru berjalan menghubungi warganya dan lokasi pelayanan belum disiapkan. Seorang warga menawarkan rumahnya untuk jadi tempat pelayanan. Kami memutuskan, pelayanan dilakukan di halaman rumah warga tersebut kecuali untuk pemeriksaan kandungan dan penyakit dalam dilaksanakan di dalam rumah. Sebagian laki-laki dewasa mengangkat kursi dan meja dari rumah warga lain dan kami ikut membantu mengatur letak meja dan kursi untuk pemeriksaan dokter, meja untuk meletakkan obat, meja untuk konseling, termasuk memasang tenda warna biru yang kami bawa untuk tempat bernaung dari panas matahari. Warga masyarakat mulai berdatangan setelah mengetahui ada kegiatan pelayanan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan secara cuma-cuma. Waktu itu tim kami membawa 5 orang dokter spesialis ( Dokter Spesialis Kandungan, Penyakit Anak, Penyakit Dalam, Penyakit Kulit-Kelamin, dan Penyakit THT ), dokter umum dan dokter gigi masing-masing 1 orang, ditambah perawat dan tim konseling - doa. Ada juga anak-anak kami yang turut serta dengan maksud mengajarkan kepada mereka supaya peduli kepada orang lain, terutama yang sangat membutuhkan.

Seperti biasa kegiatan diawali dengan lagu pujian dan doa, kemudian sambutan singkat dari aparat kampung,  sambutan dari ketua tim pelayanan yang sekaligus memperkenalkan anggotanya dan menjelaskan tata cara pelayanan agar dapat berjalan dengan lancar.  Pada kesempatan seperti ini, penyuluhan kesehatan juga sangat penting dilakukan sebelum pemeriksaan dan pengobatan dimulai.
Ketika pelayanan baru berlangsung sekitar 15 menit, tiba-tiba ada seorang warga yang datang dengan menghunus sebilah clurit - seperti yang biasa dipakai untuk memotong rumput. Kami berhamburan masuk ke dalam rumah, warga masyarakat yang datang berobat juga berhamburan - sebagian masuk ke dalam rumah dan sebagian lagi lari ke jalan - untuk menyelamatkan diri. Warga yang mengamuk itu - mungkin saja sedang dalam keadaan mabuk - merubuhkan tiang-tiang tenda, merobek tenda dengan clurit yang dipegangnya, sambil mengancam untuk melukai. Kami yang berlari masuk rumah, mengunci pintu dan mengintip dari jendela. Saya berjaga-jaga di balik pintu dengan sepotong kayu, sebagian berjaga di balik jendela, bersiaga kalau oknum warga itu masuk menyerang ke dalam rumah, terpaksa kami melawan untuk melindungi diri. Saya berusaha menghubungi kawan saya - seorang tokoh masyarakat Papua yang juga anggota DPRD Kabupaten Sorong - agar menghubungi polisi untuk menangkap penyerang tersebut.
Dari pinggir jalan, ibu-ibu yang datang mengantarkan anak mereka untuk berobat, meneriaki oknum tersebut dan menyadarkan dia untuk tidak meneruskan penyerangannya. Warga masyarakat yang laki-laki dewasa tampak diam saja, tidak berupaya menahan penyerang itu karena mungkin mereka  juga takut berhadapan dengan clurit.
Entah karena sadar ataukah takut untuk menyerang ke dalam rumah, penyerang itu berbalik ke jalan dan merusak mobil yang diparkir. Dari balik jendela, saya melihat mobil saya yang paling banyak kena sabetan clurit karena berada dekat dengan jalan keluar dari halaman rumah itu. Mobil lain hanya mendapat satu kali sabetan clurit, sedangkan mobil saya 3 sabetan clurit. 2 sabetan di bagian belakang dan 1 sabetan di bagian pinggiran atap mobil.

Puji syukur kepada Tuhan, sekitar 30 menit - waktu yang cukup lama menunggu dalam ancaman diliputi ketakutan -  beberapa anggota Kepolisian Sektor Kampung Baru datang menangkap oknum warga tersebut dan membawanya ke kantor polisi.

Kami melanjutkan pelayanan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan secara cuma-cuma kepada warga masyarakat sampai  sekitar jam 15.00. Sebagai dokter spesialis THT, saya memeriksa pasien yang mengalami gangguan atau penyakit pada telinga, hidung dan tenggorok. Ternyata di kampung ini, banyak anak - anak yang menderita infeksi rongga telinga tengah yang oleh masyarakat setempat sering disebut Telinga Nanah - atau dikenal sebagai Congek - yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas dan diperperat oleh gizi yang kurang. Jadi seandainya kami tidak datang melayani masyarakat di Kampung Nanas ini, bisa saja warga masyarakat terutama anak-anak menjadi tambah parah penyakitnya karena tenaga kesehatan terutama dokter spesialis masih sangat kurang.

Kalau ditanya, apakah setelah kejadian penyerangan oleh oknum warga seperti diceritakan di atas, akan membuat tim kami menjadi kapok untuk memberikan pelayanan kasih secara cuma-cuma kepada warga masyarakat pada kesempatan lain, tentu jawabannya tidak. Kami sangat memaklumi situasi dan kondisi warga masyarakat di Papua. Kami harus membantu dan menopang mereka dalam berbagai sisi kehidupan, tetapi juga tidak mengabaikan keselamatan diri kami. Ini pengalaman berharga.

Ketika anggota Kepolisian Sektor Kampung Baru menelpon saya dan menanyakan, apakah oknum warga penyerang tadi harus membayar biaya perbaikan kerusakan mobil.? Saya jawab, tidak.
Saya hampir pastikan bahwa dia tidak punya biaya untuk itu. Saya mengampuninya. Tetapi dia harus menjalani hukuman sesuai hukum yang berlaku.

Sampai sekarang saya belum memperbaiki kerusakan mobil itu, untuk disimpan sebagai kenangan.